Komisi III DPR Desak Tindakan Tegas Polisi Terhadap Ormas Pendudukan Lahan BMKG di Tangerang Selatan

Komisi III DPR RI Minta Polri Bertindak Tegas Terhadap Ormas yang Menduduki Lahan BMKG

Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyampaikan desakan agar aparat kepolisian bertindak tegas terhadap organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan pendudukan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di wilayah Tangerang Selatan. Pernyataan ini disampaikan menyusul laporan terkait aktivitas ormas yang menghambat pembangunan fasilitas penting milik negara.

Rudianto Lallo menekankan pentingnya penegakan hukum tanpa pandang bulu. Ia meminta kepolisian untuk tidak ragu mengambil langkah tegas, termasuk penangkapan dan penahanan, jika ditemukan indikasi kuat adanya tindakan pengancaman, intimidasi, pemerasan, teror, atau tindak pidana lainnya oleh anggota ormas tersebut. Menurutnya, ketegasan aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mencegah praktik-praktik menyimpang yang meresahkan.

"Kalau ada yang mencoba melakukan pengancaman, intimidasi, teror, atau bahkan sudah menjurus ke tindak pidana pemerasan atau penganiayaan, ya tidak ada jalan lain selain melakukan langkah tegas berupa penegakan hukum, berupa penangkapan dan penahanan," tegas Rudianto.

Ia juga mengingatkan bahwa kepolisian memiliki mandat konstitusional untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Dengan penegakan hukum yang tegas dan konsisten, Rudianto meyakini bahwa tidak akan ada organisasi yang berani melakukan tindakan melawan hukum seperti pengancaman, intimidasi, pemerasan, atau penganiayaan.

Sebelumnya, BMKG telah melaporkan kasus dugaan pendudukan lahan negara oleh sebuah ormas ke Polda Metro Jaya. Dalam laporannya, BMKG mengungkapkan bahwa ormas tersebut menduduki aset negara di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, dan bahkan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi.

Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, menyatakan bahwa BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG. Tanah seluas 127.780 meter persegi tersebut merupakan milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003 dan telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung.

Persoalan ini bermula sejak pembangunan Gedung Arsip BMKG dimulai pada November 2023. Proyek tersebut terganggu oleh sekelompok oknum yang mengaku sebagai ahli waris dan didukung oleh massa ormas. Mereka memaksa penghentian konstruksi, menarik alat berat, dan menutup papan proyek dengan klaim kepemilikan pribadi. Ormas tersebut juga mendirikan pos dan menempatkan anggotanya secara permanen di lahan BMKG, bahkan menyewakan sebagian area kepada pihak ketiga.

Upaya penyelesaian sengketa secara persuasif telah dilakukan oleh BMKG, mulai dari koordinasi dengan tingkat RT/RW hingga kepolisian, termasuk pertemuan langsung dengan ormas dan pihak yang mengaku ahli waris. Namun, pendekatan tersebut tidak membuahkan hasil. Dalam salah satu pertemuan, pimpinan ormas menuntut kompensasi Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menghentikan pendudukan.

BMKG menilai permintaan tersebut sebagai tindakan yang merugikan negara, mengingat proyek pembangunan arsip bersifat multiyears. Gedung Arsip BMKG memiliki peran penting sebagai pusat penyimpanan catatan resmi kebijakan, keputusan, dan dokumen penting lainnya, serta mendukung akuntabilitas dan transparansi kelembagaan.

BMKG berharap pihak kepolisian segera melakukan penertiban agar proyek strategis ini dapat dilanjutkan dan keamanan serta pemanfaatan aset negara dapat dijamin secara optimal.