Kejagung Ungkap Penyimpangan Dana Kredit Sritex: Pembayaran Utang Dinilai Sebagai Tindak Pidana Korupsi
Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa penggunaan dana kredit dari sejumlah bank yang seharusnya digunakan untuk modal kerja, namun dialihkan untuk membayar utang PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), merupakan tindakan pidana korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa meskipun pembayaran utang tersebut dilakukan atas nama perusahaan, tindakan tersebut tetap tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan peruntukan awal kredit.
"Dalam akad atau kontrak pemberian kredit, telah disepakati dan diperjanjikan bahwa dana tersebut digunakan untuk modal kerja," ujar Harli Siregar.
Saat ini, tim penyidik Kejagung tengah mendalami aliran dana kredit sebesar Rp 692 miliar yang diduga disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Sritex. Iwan Setiawan Lukminto, yang kini berstatus tersangka, diduga menggunakan dana kredit tersebut untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, termasuk beberapa bidang tanah di Solo dan Yogyakarta.
Dalam kasus korupsi pemberian kredit ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Selain dua pihak bank yang belum disebutkan namanya, Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Total pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena gagal bayar. Sritex sendiri telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024.
Berdasarkan hasil investigasi, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lainnya. Penyidik masih terus menelusuri dasar pemberian kredit tersebut.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800. Sementara itu, Himpunan Bank Negara (Himbara), yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI, memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,5 triliun.
Status kedua bank ini masih sebatas saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang sudah ditemukan indikasi tindakan melawan hukum.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Para tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Penyalahgunaan Kredit: Penggunaan dana kredit yang seharusnya untuk modal kerja, dialihkan untuk pembayaran utang Sritex, dianggap sebagai korupsi.
- Penetapan Tersangka: Kejagung telah menetapkan tiga tersangka, termasuk Iwan Setiawan Lukminto, Komisaris Utama Sritex.
- Kerugian Negara: Total pinjaman macet dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar, yang ditetapkan sebagai kerugian negara.
- Penyidikan Berlanjut: Kejagung terus mendalami aliran dana dan potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
- Ancaman Hukuman: Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terancam hukuman berat.