KPK Tanggapi Tuduhan Intervensi Terkait Pengawalan Saksi Kunci dalam Sidang Hasto Kristiyanto
KPK Bantah Intervensi dalam Sidang Hasto Kristiyanto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis tudingan intervensi yang dilayangkan oleh politikus PDIP, Guntur Romli, terkait pengawalan saksi kunci Saeful Bahri oleh penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, dalam sidang kasus dugaan suap yang menjerat Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu tidak melakukan intervensi apapun selama proses persidangan berlangsung.
Menurut Budi, kehadiran penyidik KPK dalam persidangan adalah untuk memastikan keamanan dan kelancaran proses pemberian keterangan dari saksi. Ia menjelaskan bahwa setiap saksi yang dihadirkan di persidangan memiliki hak untuk menyampaikan keterangan secara bebas dan di bawah sumpah. KPK, kata Budi, berkewajiban untuk melindungi hak-hak saksi tersebut. "Setiap saksi yang memberikan keterangan di persidangan dilindungi atau diberikan hak untuk bebas menyampaikan keterangan dan tentunya setiap keterangannya juga di bawah sumpah," ujarnya.
Budi juga menambahkan bahwa kehadiran penyidik KPK dalam persidangan bertujuan untuk membantu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menghadirkan saksi sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ia meminta semua pihak untuk fokus pada substansi pembuktian perkara suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.
"Kami juga mengajak masyarakat untuk sama-sama mengikuti persidangan ini, kita pantau sebagai bentuk transparansi dan pelibatan masyarakat dalam proses pendekatan hukum di Indonesia," imbuhnya.
Tudingan intervensi ini muncul setelah Politikus PDI-P Guntur Romli melayangkan kritik terhadap tindakan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, yang mengawal Saeful Bahri, mantan kader PDI-P yang menjadi saksi kunci dalam kasus tersebut. Romli khawatir pengawalan tersebut merupakan bentuk intimidasi terhadap saksi.
Peran Saeful Bahri dalam Kasus Suap Harun Masiku
Saeful Bahri merupakan salah satu tokoh kunci dalam kasus suap terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW) pada tahun 2020. Dalam kasus ini, Saeful Bahri berperan sebagai perantara suap dari Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI.
Uang suap tersebut diberikan dengan tujuan agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia, calon anggota legislatif yang seharusnya menggantikan anggota DPR yang mengundurkan diri atau meninggal dunia. Saeful Bahri terlibat dalam menyusun strategi dan berkomunikasi antara Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.
Ia juga disebut ikut menyerahkan uang suap sebesar Rp 600 juta dari total komitmen suap yang dijanjikan sebesar Rp 1,5 miliar kepada Wahyu Setiawan. Saeful Bahri ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 bersama Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, mantan Komisioner Bawaslu.
Pada Mei 2020, Saeful Bahri divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman satu tahun dan delapan bulan penjara serta denda sebesar Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan karena terbukti bersalah melakukan suap.