Kualitas Liga 1 Dipertanyakan: Peringkat Asia Merosot, Reformasi Mendesak

Peringkat Liga 1 Indonesia di kancah sepak bola Asia terus mengalami penurunan, memunculkan kekhawatiran mendalam tentang kualitas kompetisi. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam koefisien poin, posisinya masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.

Liga 1 saat ini menduduki peringkat ke-25 dari 47 negara anggota AFC dengan 18,2 poin. Peringkat ini jauh di bawah Thailand yang berada di posisi ke-8 dengan 53,1 poin, Malaysia di posisi ke-10 dengan 39,8 poin, serta Vietnam (34,5 poin) dan Singapura (25,5 poin). Kondisi ini memicu sorotan tajam dari pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali, yang menilai peringkat tersebut mencerminkan kualitas kompetisi domestik yang masih lemah.

Akmal Marhali menekankan perlunya akselerasi perbaikan dalam kompetisi sepak bola Indonesia. Ia menyayangkan kondisi saat ini, mengingat pada tahun 2008-2010, Indonesia sempat masuk dalam 10 besar di kawasan Asia. Menurutnya, klub-klub Indonesia yang berlaga di ajang Asia seperti AFC Champions League atau ASEAN Club Championship (ACC) hanya menjadi peserta tanpa target yang jelas, yang berdampak pada anjloknya poin koefisien klub dan peringkat nasional.

"Kita harus melakukan langkah-langkah yang lebih progresif dalam membenahi kompetisi sepak bola kita. Termasuk di antaranya merubah mindset klub-klub kita yang berpartisipasi di ajang Asia," tegas Akmal Marhali.

Salah satu penyebab utama masalah ini adalah manajemen kompetisi yang buruk, terutama dalam hal penyusunan jadwal. Jadwal Liga 1 yang padat tidak memberikan ruang bagi klub untuk melakukan pemulihan atau persiapan yang matang saat berlaga di kompetisi internasional. Hal ini membuat klub-klub tidak memiliki waktu yang cukup untuk istirahat dan persiapan.

Akmal mencontohkan kasus Persib Bandung yang pernah mengajukan penundaan jadwal namun tidak dikabulkan, serta PSM Makassar yang tetap dipaksa bermain meski tengah menjalani semifinal ACC, yang berujung pada kelelahan pemain dan sanksi untuk pemainnya.

Kondisi ini mencerminkan potret sepak bola nasional yang "jago kandang, lemah di luar negeri". Padahal, klub Indonesia pernah mencatatkan prestasi gemilang di kancah Asia, seperti PSMS Medan yang menembus semifinal Liga Champions Asia pada 1970-an, Pelita Jaya yang finis peringkat ketiga pada 1990-an, dan Persipura Jayapura yang menembus semifinal AFC Cup pada 2014.

"Dulu klub-klub kita sangat luar biasa saat tampil di kancah Asia," kenang Akmal.

Oleh karena itu, Akmal Marhali mendesak adanya revolusi menyeluruh sebelum kompetisi domestik dimulai. Ia menekankan pentingnya PSSI bertemu dengan klub-klub untuk menyamakan visi dan komitmen bersama dalam meningkatkan kompetisi Indonesia, baik dari sisi industri, komersialisasi, maupun prestasi.

Beberapa langkah penting yang perlu dipertimbangkan:

  • Evaluasi menyeluruh terhadap sistem kompetisi: Identifikasi dan perbaiki kelemahan dalam penjadwalan, regulasi, dan aspek lainnya.
  • Peningkatan kualitas pemain dan pelatih: Investasi dalam pengembangan pemain muda dan peningkatan kompetensi pelatih lokal.
  • Penguatan infrastruktur sepak bola: Perbaikan stadion dan fasilitas latihan.
  • Peningkatan profesionalisme klub: Tata kelola yang baik, manajemen keuangan yang sehat, dan komitmen terhadap pengembangan sepak bola.
  • Dukungan penuh dari PSSI dan pemerintah: Kebijakan yang mendukung pengembangan sepak bola dan alokasi anggaran yang memadai.

Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan Liga 1 Indonesia dapat kembali bersaing di level Asia dan mengharumkan nama bangsa.