APBN April 2025 Catat Surplus Terbatas di Tengah Penurunan Pendapatan Negara

Perekonomian Indonesia menunjukkan resiliensi dengan mencatatkan surplus dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir April 2025. Meskipun terdapat penurunan pendapatan negara, APBN berhasil mencatatkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun, setara dengan 0,02 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka ini terungkap dari data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, menunjukkan adanya pergeseran tren setelah tiga bulan sebelumnya APBN mengalami defisit. Surplus ini menjadi angin segar di tengah kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal. Menteri Keuangan, dalam konferensi pers bulan Mei lalu, menekankan bahwa surplus ini merupakan indikasi positif dari pengelolaan keuangan negara yang adaptif.

Surplus APBN pada April 2025 didorong oleh realisasi belanja negara yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan negara. Namun, penting untuk dicatat bahwa baik pendapatan maupun belanja negara mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan negara tercatat sebesar Rp 810,5 triliun, mencerminkan 27 persen dari target APBN, tetapi mengalami kontraksi sebesar 12,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Penurunan pendapatan negara ini dipengaruhi oleh performa penerimaan perpajakan yang lebih rendah, yakni turun sebesar 8,7 persen menjadi Rp 657 triliun, serta penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 24,7 persen menjadi Rp 153,3 triliun. Secara lebih rinci, penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 10,8 persen menjadi Rp 557,1 triliun, sementara penerimaan kepabeanan dan cukai justru menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 4,4 persen menjadi Rp 100 triliun.

Di sisi belanja negara, realisasi mencapai Rp 806,2 triliun, setara dengan 22,3 persen dari pagu APBN. Angka ini juga menunjukkan penurunan sebesar 5,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan belanja pemerintah pusat sebesar 7,6 persen menjadi Rp 546,8 triliun. Sementara itu, belanja untuk transfer ke daerah mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,7 persen menjadi Rp 259,4 triliun.

Penurunan belanja pemerintah pusat terutama disebabkan oleh penurunan realisasi belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang signifikan, yakni sebesar 16,6 persen menjadi Rp 253,6 triliun. Sebaliknya, belanja non-K/L mengalami peningkatan sebesar 1,9 persen menjadi Rp 293,1 triliun.

Meski demikian, APBN tetap mampu mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp 173,9 triliun. Keseimbangan primer ini dihitung dari total pendapatan negara dikurangi pengeluaran negara, tidak termasuk pembayaran utang. Realisasi pembiayaan negara hingga akhir April mencapai Rp 279,2 triliun, atau 45,3 persen dari target pembiayaan yang ditetapkan dalam UU APBN, yaitu sebesar Rp 616,2 triliun.

Secara keseluruhan, kinerja APBN pada April 2025 menunjukkan adanya tantangan dalam meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah perlu terus berupaya mengoptimalkan penerimaan perpajakan dan PNBP, serta menjaga efisiensi belanja negara agar stabilitas fiskal tetap terjaga.

Berikut adalah beberapa poin penting:

  • Surplus APBN: Rp 4,3 triliun (0,02% PDB)
  • Pendapatan Negara: Rp 810,5 triliun (turun 12,4% yoy)
  • Belanja Negara: Rp 806,2 triliun (turun 5,1% yoy)
  • Surplus Keseimbangan Primer: Rp 173,9 triliun
  • Realisasi Pembiayaan Negara: Rp 279,2 triliun (45,3% target)