Investigasi Komnas HAM Ungkap Keterlibatan Warga Sipil dalam Pemusnahan Amunisi TNI/Polri Selama Satu Dekade

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengungkapkan fakta baru terkait tragedi ledakan amunisi di Garut yang menewaskan belasan orang pada bulan Mei 2025 lalu. Hasil investigasi menunjukkan bahwa salah satu korban, Rustiawan, telah bekerja selama lebih dari 10 tahun dalam proses pemusnahan amunisi yang melibatkan institusi TNI dan Polri.

Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menjelaskan bahwa Rustiawan mengoordinasi sejumlah pekerja yang memiliki pengalaman serupa dalam pemusnahan amunisi. Pelibatan warga sipil ini dilakukan oleh TNI dengan memberikan upah harian sebesar Rp 150.000. Dalam insiden ledakan tersebut, tercatat ada 21 orang warga sipil yang terlibat.

Temuan Komnas HAM juga menyoroti kurangnya pelatihan dan sertifikasi bagi para pekerja sipil yang terlibat dalam pemusnahan amunisi. Mereka belajar secara otodidak selama bertahun-tahun tanpa mengikuti pelatihan formal yang sesuai standar keamanan.

Warga sipil yang dilibatkan dalam pekerjaan berbahaya ini memiliki beragam tugas, mulai dari sopir, penggali lubang, pembongkar amunisi, hingga juru masak. Ironisnya, para pekerja harian lepas ini juga pernah ditugaskan di lokasi lain seperti Makassar dan Maluku untuk pekerjaan serupa.

Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan bahwa sebelum ledakan terjadi, telah dilakukan pengecekan prosedur dan lokasi pada tanggal 12 Mei 2025. Tim penyusun amunisi dari TNI AD kemudian melakukan persiapan pemusnahan di dalam dua lubang sumur yang telah disiapkan. Setelah peledakan di dua lubang sumur berhasil dilakukan, tim melanjutkan dengan menghancurkan detonator dan sisa detonator di lubang sumur lain. Namun, saat proses penyusunan detonator berlangsung, ledakan tiba-tiba terjadi dan menyebabkan 13 orang meninggal dunia, termasuk sembilan warga sipil.