Menelisik Hukum dan Perspektif Agama tentang Haji Furoda: Sebuah Kajian Mendalam

Memahami Haji Furoda: Antara Hukum dan Keyakinan Agama

Haji Furoda, sebuah opsi yang semakin populer bagi umat Muslim yang mendambakan segera menunaikan ibadah haji tanpa harus melewati antrean panjang. Namun, di balik kemudahannya, muncul pertanyaan mendasar: Sejauh mana keabsahan Haji Furoda menurut hukum Islam dan regulasi yang berlaku? Mari kita telaah lebih dalam.

Apa Itu Haji Furoda?

Haji Furoda, juga dikenal sebagai haji non-kuota atau haji mandiri, merupakan jalur alternatif untuk melaksanakan ibadah haji melalui visa mujamalah. Visa ini adalah undangan khusus dari Pemerintah Arab Saudi yang diberikan kepada individu, lembaga, atau negara sahabat. Dengan visa ini, Warga Negara Indonesia (WNI) dapat menunaikan ibadah haji di luar kuota yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

Landasan Syariat dan Pandangan Ulama

Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi setiap Muslim yang mampu. Kemampuan ini mencakup aspek fisik, finansial, keamanan, dan aksesibilitas menuju Tanah Suci. Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 97 dengan jelas menyebutkan kewajiban haji bagi yang mampu.

Dari perspektif fikih, selama seseorang memperoleh akses yang sah ke Tanah Suci, termasuk melalui jalur undangan (mujamalah), maka hajinya dianggap sah secara syar'i. Tidak ada ketentuan dalam syariat yang mengharuskan haji hanya sah jika dilakukan melalui kuota negara tertentu.

Para ulama pun memiliki pandangan yang beragam mengenai Haji Furoda. Jumhur ulama berpendapat bahwa syarat wajib haji adalah Islam, baligh, berakal, sehat, merdeka, dan mampu. Jika seseorang telah memenuhi syarat-syarat ini dan mendapatkan jalan untuk berangkat haji, maka hajinya tetap sah, meskipun tidak melalui kuota resmi negara.

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga menyatakan bahwa Haji Furoda hukumnya mubah (boleh) dan sah secara syariat, asalkan memenuhi beberapa syarat, yaitu:

  • Visa mujamalah digunakan secara resmi.
  • Tidak melanggar hukum negara.
  • Tidak merugikan jemaah lain atau menimbulkan kekacauan di Tanah Suci.

Ulama terkemuka seperti Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga berpendapat bahwa haji melalui visa khusus undangan tetap sah, selama perjalanan dilakukan secara legal dan dengan niat ikhlas karena Allah.

Hukum Haji Furoda di Indonesia

Pemerintah Indonesia mengatur pelaksanaan ibadah haji melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Undang-undang ini mengatur dua jalur pelaksanaan haji, yaitu:

  • Haji Reguler, diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama.
  • Haji Khusus, diselenggarakan oleh PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) berizin.

Haji Furoda termasuk dalam kategori Haji Khusus Non-Kuota dan diakui keberadaannya selama memenuhi syarat-syarat berikut:

  • Menggunakan visa mujamalah resmi.
  • Dikelola oleh PIHK resmi yang terdaftar di Kementerian Agama.
  • Tidak menggunakan visa palsu, turis, atau umrah untuk berhaji.

Kementerian Agama (Kemenag) secara tegas menyatakan bahwa Haji Furoda bukanlah haji ilegal, selama prosedurnya sah dan melalui pihak yang berizin.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Haji Furoda adalah opsi yang sah dan legal untuk menunaikan ibadah haji, asalkan dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.