Tanggapan China atas Pembatasan Mahasiswa Asing di Harvard oleh AS

Beijing Kecam Pembatasan Penerimaan Mahasiswa Asing di Harvard

Pemerintah Tiongkok telah menyampaikan kecaman keras terhadap kebijakan terbaru Amerika Serikat yang membatasi hak Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump ini dianggap sebagai tindakan politisasi terhadap pertukaran pendidikan.

Kritik tajam datang dari juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, yang menyatakan bahwa negaranya secara konsisten menentang segala bentuk politisasi dalam kerja sama pendidikan. Ia menilai bahwa langkah yang diambil oleh AS ini akan merusak citra dan reputasi internasional negara tersebut sebagai pusat pendidikan.

Kebijakan yang diumumkan oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, menginstruksikan penghentian sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran untuk Universitas Harvard. Noem menuduh Harvard telah memicu kekerasan, menyebarkan anti-Semitisme, dan berkolaborasi dengan Partai Komunis Tiongkok. Tuduhan ini menjadi dasar bagi pembatasan penerimaan mahasiswa asing pada tahun ajaran 2025-2026.

Kebijakan ini memaksa mahasiswa asing yang saat ini belajar di Harvard untuk mencari transfer ke universitas lain atau menghadapi risiko kehilangan status hukum mereka di Amerika Serikat. Universitas Harvard sendiri telah merespons dengan menyatakan bahwa tindakan pemerintahan Trump ini ilegal dan merupakan tindakan balas dendam yang berdampak pada ribuan mahasiswa.

Keputusan ini menandai eskalasi tindakan keras pemerintahan Trump terhadap Harvard. Sebelumnya, universitas ini menolak memberikan informasi yang diminta oleh Noem mengenai data pemegang visa mahasiswa asing. Konflik ini telah memicu ketegangan diplomatik antara kedua negara.

Menurut data universitas, Harvard menampung hampir 6.800 mahasiswa internasional pada tahun ajaran 2024-2025, yang mewakili 27 persen dari total populasi mahasiswa. Pada tahun 2022, mahasiswa asal Tiongkok merupakan kelompok mahasiswa asing terbesar di Harvard, mencapai 1.016 orang. Negara-negara lain dengan jumlah mahasiswa signifikan di Harvard termasuk Kanada, India, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Australia, Singapura, dan Jepang.

Noem berpendapat bahwa universitas memiliki hak istimewa, bukan hak mutlak, untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari biaya kuliah yang lebih tinggi. Dana abadi Harvard yang bernilai miliaran dolar menjadi sorotan dalam perdebatan ini.

Implikasi dari kebijakan ini sangat luas, tidak hanya bagi mahasiswa yang terkena dampak langsung, tetapi juga bagi hubungan bilateral antara AS dan Tiongkok. Pembatasan pertukaran pendidikan dapat menghambat kolaborasi ilmiah dan budaya, serta memperburuk ketegangan geopolitik antara kedua negara.

  • Kebijakan ini berpotensi mengurangi jumlah mahasiswa internasional yang belajar di AS.
  • Kerja sama riset dan inovasi dapat terhambat akibat pembatasan ini.
  • Reputasi AS sebagai pusat pendidikan global mungkin akan terpengaruh.

Situasi ini terus berkembang, dan dampaknya terhadap pendidikan tinggi global masih belum pasti.