Tragedi Makam Keramat: Pengkhianatan Calon Pengantin di Jombang Berujung Maut
Di balik jeruji besi Polres Jombang, Sodikin, pemuda berusia 23 tahun, meringkuk dengan perban membalut betis kirinya. Luka itu menjadi bukti pelariannya yang gagal, setelah polisi terpaksa melepaskan tembakan untuk menghentikannya.
Kurang dari 24 jam sebelumnya, Sodikin melakukan tindakan keji yang menggemparkan: menghabisi nyawa Junaidi (19), sahabatnya sendiri. Lokasi pembunuhan yang dipilih pun tak lazim, yakni di area makam keramat Mbah Sentono atau Mbah Mblawu, Desa Sukosari, Jogoroto, Jombang. Motifnya pun terbilang ironis, kebutuhan mendesak akan uang demi melangsungkan pernikahan yang telah direncanakan.
Sodikin, yang seharusnya mengucapkan janji suci di Kantor Urusan Agama (KUA) Sumobito keesokan harinya, terhimpit masalah finansial. Jalan pintas yang terlintas di benaknya adalah merampas harta Junaidi. Rencana jahat itu mulai disusun di rumah pamannya, Nur Cholis, di Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro.
Pagi itu, sekitar pukul 08.00 WIB, Sodikin beranjak menuju kediaman Junaidi dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Alfa. Kedatangannya disambut hangat oleh korban, tanpa sedikit pun prasangka buruk. Sodikin kemudian mengajak Junaidi untuk pergi bersamanya. Mereka berdua, dengan mengendarai motor masing-masing, menuju rumah paman Sodikin. Di sana, Sodikin memarkirkan Yamaha Alfanya dan menyembunyikan sebilah pisau dapur di balik pakaiannya.
Selanjutnya, Sodikin membawa Junaidi menuju area makam keramat di Desa Sukosari, Jogoroto. Tanpa menaruh curiga, Junaidi mengikuti ajakan tersebut. Junaidi memacu motor Honda Beat bernopol S-2150-OM, sementara Sodikin membonceng di belakangnya. Setibanya di kompleks makam sekitar pukul 10.00 WIB, mereka menuju sebuah punden dan terlibat dalam obrolan ringan.
Saat suasana terasa panas, Sodikin melepaskan kausnya sembari memainkan telepon selulernya. Inilah saat yang ditunggu. Dengan gerakan cepat, Sodikin mengeluarkan pisau yang disembunyikannya dan menusukkan ke arah perut Junaidi. Serangan pertama itu disusul dengan tikaman ke dada dan punggung. Junaidi, yang menyadari bahaya, berusaha melarikan diri.
Namun, usahanya sia-sia. Sodikin berhasil meraih kakinya, membuat Junaidi tersungkur ke tanah. Dengan kalap, Sodikin kembali menghujamkan pisau ke tubuh korban secara bertubi-tubi hingga bilahnya bengkok. Junaidi akhirnya meregang nyawa di tempat kejadian, bermandikan darah.
Setelah memastikan Junaidi tewas, Sodikin merampas telepon genggam merek Huawei berwarna hitam milik korban. Jasad Junaidi ditinggalkan begitu saja di lokasi kejadian. Sodikin melarikan diri dengan menggunakan motor curian milik Junaidi dan menjualnya kepada seorang penadah bernama Sutrisno seharga Rp 1,5 juta. Ponsel Junaidi juga dijual di Pasar Mojoagung seharga Rp 500 ribu. Total, Sodikin berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 2 juta, yang rencananya akan digunakan untuk biaya pernikahannya.
Jasad Junaidi ditemukan sekitar pukul 14.00 WIB oleh warga setempat dalam kondisi tanpa baju dan penuh luka tusuk. Penemuan itu segera dilaporkan kepada pihak kepolisian, yang kemudian melakukan penyelidikan intensif. Identitas mayat Junaidi berhasil diungkap berkat alat pemindai sidik jari Mobile Automated Multi- Biometric Identification System (Mambis) yang terintegrasi dengan data kependudukan.
Setelah identitas korban diketahui, polisi memeriksa keluarga Junaidi sebagai saksi. Dari keterangan yang diperoleh, terungkap bahwa sebelum ditemukan tewas, Junaidi terlihat pergi bersama Sodikin, yang kemudian menjadi target pengejaran polisi. Beberapa jam kemudian, polisi berhasil melacak keberadaan Sodikin di kawasan Mojoagung sekitar pukul 19.00 WIB. Karena berusaha melarikan diri, Sodikin terpaksa dilumpuhkan dengan tembakan di bagian betis.
"Tersangka kami tangkap usai menjual barang milik korban," ujar Kasat Reskrim Polres Jombang saat itu, AKP Gatot Setyo Budi.
Atas perbuatannya, Sodikin dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Proses persidangan dimulai pada 4 Desember 2018. Pada tanggal 29 Januari 2019, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jombang menjatuhkan vonis 15 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman 20 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Sodikin bin Nur Ali terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dalam dakwaan primair. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana berupa penjara selama 15 tahun," ucap hakim ketua Hapsoro Restu Widodo saat membacakan amar putusannya.