Pencemaran Sungai Cirarab, KLH Segel Pabrik Tekstil di Cikupa
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil tindakan tegas dengan menyegel instalasi pengolahan air limbah (IPAL) milik PT Biporin Agung, sebuah pabrik pewarna tekstil yang berlokasi di Cikupa, Kabupaten Tangerang. Penyegelan ini dilakukan pada hari Jumat, 23 Mei 2025, sebagai respons terhadap dugaan pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Cirarab.
Dugaan pencemaran ini muncul setelah adanya laporan dan hasil investigasi yang menunjukkan bahwa pabrik tersebut diduga membuang limbah berbahaya secara langsung ke sungai. Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa hasil uji laboratorium terhadap sampel air limbah menunjukkan adanya parameter pencemar yang melebihi ambang batas yang ditetapkan. Parameter tersebut meliputi kadar amoniak, zat pewarna, dan kandungan logam berat yang signifikan.
"Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa beberapa parameter penting seperti amoniak, pewarna, dan logam berat melebihi baku mutu. Ini mengindikasikan potensi bahaya yang cukup besar karena tingginya kandungan logam berat," jelas Hanif saat meninjau lokasi.
Tim dari KLH juga menemukan kondisi air sungai di sekitar pabrik yang memprihatinkan. Air sungai tampak berwarna hitam pekat dan aliran air tersebut mencapai Danau Citra, yang berada di area permukiman warga. Meskipun tidak mengeluarkan bau yang menyengat, air yang mengalir ke Danau Citra tersebut telah terkontaminasi dan berpotensi mengandung racun.
Selain masalah limbah cair, KLH juga menemukan masalah pengelolaan limbah batu bara di lokasi pabrik yang tidak memenuhi standar. Lokasi penampungan (stockpile) batu bara tidak dilengkapi dengan sistem penanganan air larian yang memadai. Akibatnya, air hujan yang jatuh di area penampungan langsung mengalir ke aliran sungai.
"Air lindi dari batu bara ini sangat berbahaya karena mengandung merkuri. Oleh karena itu, penanganan batu bara tidak boleh diabaikan karena saat dibakar, merkuri akan berubah menjadi uap yang berbahaya," tegas Hanif.
Lebih lanjut, tim KLH menemukan indikasi bahwa sistem pengolahan limbah (IPAL) PT Biporin Agung tidak beroperasi secara optimal. Hal ini terbukti dari adanya endapan limbah yang signifikan di sekitar area IPAL.
"Adanya endapan limbah ini menjadi bukti kuat bahwa IPAL tidak beroperasi dengan seharusnya. Kami belum bisa memastikan sejak kapan IPAL ini tidak beroperasi, namun berdasarkan citra satelit tahun sebelumnya, warna air di sekitar lokasi sudah menunjukkan indikasi pencemaran. Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Hanif.
Dugaan pencemaran yang dilakukan oleh PT Biporin Agung berpotensi melanggar Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah penyelidikan lingkungan selesai dilakukan, proses hukum akan dilanjutkan.
"Tim Gakkum (Penegakan Hukum) akan melakukan pendalaman lebih lanjut terkait kasus ini. Jika terbukti memenuhi unsur Pasal 98, maka akan ada proses pidana dan perdata yang akan ditempuh. Namun, kami akan melakukan pendalaman terlebih dahulu," pungkas Hanif.