Sengketa Lahan BMKG di Tangsel: Ormas Diduga Kuasai Aset Negara, Polisi Lakukan Investigasi
Perselisihan kepemilikan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Pondok Betung, Tangerang Selatan, memasuki babak baru. Organisasi masyarakat (ormas) Grib Jaya diduga terlibat dalam pendudukan ilegal lahan tersebut, yang berujung pada laporan polisi.
Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, mengkonfirmasi adanya laporan dari BMKG terkait dugaan penyerobotan lahan seluas 127.780 meter persegi. Enam orang dilaporkan, termasuk tiga anggota Grib Jaya. Pihak kepolisian saat ini tengah melakukan penyelidikan intensif untuk mengungkap fakta di balik kasus ini.
Menurut laporan BMKG, masalah bermula ketika penjaga lahan melaporkan pemasangan plang oleh pihak terlapor yang mengklaim tanah tersebut milik ahli waris R bin S pada Januari 2024. Selain itu, pagar di sekitar lokasi juga dirusak. Ade Ary menjelaskan bahwa plang tersebut mencantumkan tulisan yang mengindikasikan pengawasan oleh Tim Advokasi Muda dari Tim Advokasi DPP Ormas GJ (Grib Jaya).
Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah bergerak cepat dengan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan memasang plang yang menyatakan bahwa lahan tersebut sedang dalam proses penyelidikan. Beberapa saksi juga telah diperiksa dan barang bukti dikumpulkan untuk memperkuat proses investigasi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) GRIB Jaya, Zulfikar, enggan memberikan penjelasan rinci terkait kasus ini. Ia mengarahkan pertanyaan kepada tim pengacara GRIB Jaya yang menangani permasalahan tersebut.
Kasus ini berdampak signifikan terhadap proyek pembangunan Gedung Arsip BMKG di Pondok Betung. Proyek yang dimulai pada November 2023 tersebut terhambat akibat pendudukan lahan oleh ormas. BMKG telah meminta bantuan pihak berwenang untuk menertibkan ormas yang menduduki dan memanfaatkan aset negara secara ilegal.
Plt Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan, menjelaskan bahwa gangguan terhadap proyek pembangunan telah dimulai sejak dua tahun lalu. Massa dari ormas dan oknum yang mengaku sebagai ahli waris memaksa pekerja untuk menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat keluar lokasi, dan menutup papan proyek dengan klaim "Tanah Milik Ahli Waris". Bahkan, ormas tersebut mendirikan pos dan menempatkan anggotanya secara permanen di lokasi. Sebagian lahan diduga disewakan kepada pihak ketiga, yang kemudian mendirikan bangunan di atasnya.
BMKG menegaskan bahwa lahan tersebut adalah milik negara yang sah berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003. Kepemilikan ini juga diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung RI Nomor 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007. Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan dan tidak memerlukan eksekusi.
Meski memiliki dasar hukum yang kuat, BMKG telah mengupayakan pendekatan persuasif melalui koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk RT, RW, kecamatan, kepolisian, hingga pertemuan langsung dengan pihak ormas dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Namun, pihak ormas disebut tidak menerima penjelasan hukum yang telah disampaikan BMKG.
Dalam satu pertemuan, pimpinan ormas bahkan mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 5 miliar sebagai syarat penarikan massa dari lokasi proyek. BMKG menilai tuntutan tersebut merugikan negara, mengingat proyek pembangunan Gedung Arsip merupakan kontrak multiyears dengan durasi 150 hari kalender, dimulai sejak 24 November 2023. BMKG berharap pihak kepolisian dan otoritas terkait segera mengambil tindakan tegas untuk mengembalikan fungsi lahan negara, melindungi aset publik, dan melanjutkan pembangunan yang tertunda.