Kejagung Dalami Dugaan Penyelewengan Kredit Sritex: Dana Rp692 Miliar Diduga Mengalir ke Utang Pribadi dan Aset Nonproduktif

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami dugaan korupsi terkait penyaluran kredit senilai Rp692 miliar yang melibatkan Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Fokus utama penyelidikan saat ini adalah menelusuri aliran dana pinjaman yang diperoleh Sritex dari dua bank pelat merah, yakni Bank BJB sebesar Rp543 miliar dan Bank DKI sejumlah Rp149 miliar. Dana tersebut, yang seharusnya diperuntukkan sebagai modal kerja perusahaan, diduga kuat diselewengkan untuk kepentingan lain.

"Saat ini penyidik sedang mendalami, apakah dana tersebut digunakan untuk pembayaran utang perusahaan atau justru utang pribadi," ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.

Lebih lanjut, Harli Siregar menegaskan, bahwa penggunaan dana pinjaman untuk membayar utang, baik utang perusahaan maupun pribadi, merupakan tindakan yang tidak dibenarkan. Hal ini dikarenakan, penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan peruntukan yang telah disepakati dalam akad kredit, yaitu sebagai modal kerja perusahaan.

Modal kerja sendiri memiliki arti penting bagi operasionalisasi perusahaan, termasuk untuk pembiayaan gaji karyawan, operasional produksi, dan lain-lain. Dugaan penyelewengan dana ini dinilai menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kondisi keuangan Sritex memburuk hingga akhirnya dinyatakan pailit.

"Seharusnya, dengan manajemen yang baik dan ketersediaan kredit yang signifikan, PT Sritex dapat menjadi perusahaan yang sehat," imbuhnya.

Selain dugaan pembayaran utang, tim penyidik juga menemukan indikasi bahwa sebagian dana pinjaman digunakan untuk membeli aset-aset yang tidak produktif, termasuk pembelian tanah di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Solo. Pembelian aset nonproduktif ini semakin memperburuk catatan keuangan Sritex.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa fakta hukum menunjukkan dana kredit tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Melainkan dialihkan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, sehingga menyimpang dari tujuan awal pemberian kredit.

Dalam kasus ini, selain Iwan Setiawan Lukminto, Kejagung juga telah menetapkan dua tersangka lain, yaitu Zainuddin Mappa selaku Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, dan Dicky Syahbandinata selaku mantan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB. Ketiganya dijerat dengan pasal berlapis terkait tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.