Sengketa Lahan BMKG di Tangsel Memanas: Pagar Dirusak, Polisi Turun Tangan
Sengketa lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Tangerang Selatan (Tangsel) memasuki babak baru. Pagar lahan milik BMKG dilaporkan dirusak oleh anggota ormas tersebut, memicu respons dari pihak kepolisian.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa laporan dari BMKG terkait dugaan perusakan tersebut telah ditindaklanjuti. Menurutnya, insiden perusakan terjadi setelah GRIB Jaya memasang plang yang mengklaim lahan itu milik ahli waris berinisial R bin S.
"Di lokasi yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya (pemasangan plang), terlapor merusak pagar secara bersama-sama dan menguasai TKP," ujar Ade Ary.
Sebelumnya, BMKG telah melayangkan somasi sebanyak dua kali kepada pihak GRIB Jaya, namun tidak mendapatkan respons positif. Hal ini mendorong BMKG untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.
Saat ini, Subdit Harta dan Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah memasang plang di lokasi sengketa yang bertuliskan 'sedang dalam proses penyelidikan'. Langkah ini diambil setelah GRIB Jaya menduduki lahan BMKG yang berlokasi di Tangerang Selatan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) GRIB Jaya, Zulfikar, menolak memberikan komentar detail terkait kasus ini. Ia mengarahkan pertanyaan kepada tim pengacara GRIB Jaya yang menangani perkara tersebut.
Sengketa lahan ini telah menghambat proyek pembangunan Gedung Arsip milik BMKG di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangsel. Proyek yang dimulai sejak November 2023 ini terhenti akibat pendudukan lahan seluas 12 hektar oleh ormas tersebut.
BMKG melalui Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama, Akhmad Taufan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta bantuan pihak berwenang untuk menertibkan ormas yang menduduki aset negara tersebut. Gangguan terhadap proyek pembangunan telah berlangsung sejak dua tahun lalu, dengan massa ormas memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat, dan menutup papan proyek. Bahkan, ormas tersebut mendirikan pos dan menempatkan anggotanya di lokasi, serta diduga menyewakan sebagian lahan kepada pihak ketiga.
BMKG menegaskan bahwa lahan tersebut sah milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang telah dikuatkan oleh sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan. Meskipun memiliki kekuatan hukum, BMKG telah berupaya melakukan pendekatan persuasif melalui koordinasi dengan berbagai pihak.
Namun, pihak ormas disebut tidak menerima penjelasan hukum yang disampaikan BMKG, bahkan mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 5 miliar sebagai syarat penarikan massa dari lokasi proyek. BMKG menilai tuntutan tersebut merugikan negara, mengingat proyek pembangunan Gedung Arsip bersifat kontrak multiyears dengan durasi 150 hari kalender.
BMKG berharap pihak kepolisian dan otoritas terkait segera mengambil tindakan tegas untuk mengembalikan fungsi lahan negara, melindungi aset publik, dan melanjutkan pembangunan yang tertunda. Pihak kepolisian saat ini tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini.
- Daftar Pihak Terlibat:
- BMKG
- GRIB Jaya
- Polda Metro Jaya
- Pengadilan Negeri Tangerang
- Mahkamah Agung RI