Sengketa Lahan BMKG di Pondok Aren, Polisi Intensifkan Investigasi Dugaan Okupasi oleh Ormas
Investigasi Dugaan Okupasi Lahan BMKG oleh Ormas di Pondok Aren Diintensifkan
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) melalui Subdirektorat Harta dan Benda (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), meningkatkan intensitas penyelidikan terkait dugaan pendudukan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di kawasan Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Langkah ini diambil menyusul laporan terkait aktivitas ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya yang diduga menduduki lahan tersebut secara ilegal.
Sebagai bagian dari proses investigasi, tim penyelidik dari Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah memasang plang dengan tulisan "Sedang dalam proses penyelidikan" di lokasi sengketa. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol.) Ade Ary Syam Indradi, yang menyampaikan bahwa tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengamankan lokasi dan memberikan kepastian hukum selama proses penyelidikan berlangsung.
Menurut keterangan yang diberikan, laporan yang diajukan oleh BMKG menyatakan bahwa mereka adalah pemilik sah atas tanah dan bangunan seluas 127.780 meter persegi di lokasi tersebut. Sengketa ini bermula pada Januari 2024 ketika penjaga lahan melaporkan adanya sekelompok orang yang diduga merupakan anggota ormas memasang plang yang mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik ahli waris R bin S. Selain itu, dilaporkan pula adanya perusakan pagar di sekitar lokasi pemasangan plang.
BMKG sendiri telah berupaya menyelesaikan permasalahan ini secara persuasif dengan melayangkan somasi sebanyak dua kali kepada pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan lahan. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan, sehingga BMKG memutuskan untuk melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.
Saat ini, Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya tengah melakukan serangkaian tindakan penyelidikan, termasuk pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan barang bukti. Pemasangan plang di lokasi kejadian merupakan salah satu langkah konkret untuk mengamankan area tersebut selama proses penyelidikan berjalan.
Sekretaris Jenderal GRIB Jaya, Zulfikar, saat dikonfirmasi, memilih untuk tidak memberikan komentar mendalam terkait kasus ini. Ia mengarahkan agar pertanyaan diajukan langsung kepada tim kuasa hukum mereka, dengan alasan bahwa persoalan ini sedang ditangani secara hukum.
Sengketa lahan ini berdampak signifikan terhadap rencana pembangunan gedung arsip milik BMKG di lokasi tersebut. Proyek yang seharusnya dimulai pada November 2023 mengalami penundaan akibat adanya klaim dan pendudukan lahan oleh ormas. Pihak BMKG mengungkapkan bahwa lahan seluas kurang lebih 12 hektar tersebut telah diduduki secara ilegal selama hampir dua tahun.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan, sebelumnya telah menyampaikan permohonan kepada pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas yang menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG tanpa hak. Gangguan terhadap proyek pembangunan bermula ketika ormas dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris mulai menempati lahan tersebut dan memaksa penghentian pekerjaan konstruksi.
Selain itu, mereka juga dilaporkan menarik alat berat keluar dari lokasi proyek serta menutup papan proyek dengan klaim kepemilikan tanah. Bahkan, ormas tersebut juga membangun pos dan menempatkan anggotanya secara permanen di lokasi tersebut. Lebih lanjut, terdapat dugaan bahwa sebagian lahan tersebut disewakan kepada pihak ketiga dan telah didirikan bangunan di atasnya.
BMKG menegaskan bahwa lahan tersebut adalah milik negara yang sah berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP Nomor 0005/Pondok Betung. Kepemilikan ini juga telah diperkuat oleh sejumlah putusan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007. Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan, sehingga tidak diperlukan eksekusi ulang.
Meski memiliki dasar hukum yang kuat, BMKG tetap mengedepankan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan sengketa ini. Mereka telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari RT, RW, hingga pertemuan langsung dengan pihak ormas dan yang mengaku sebagai ahli waris. Namun, pihak ormas disebut menolak penjelasan hukum yang telah disampaikan.
Dalam salah satu pertemuan, pimpinan ormas bahkan menuntut ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi. BMKG menilai tuntutan tersebut merugikan negara, terutama karena proyek pembangunan bersifat kontrak multiyears selama 150 hari kalender yang dimulai sejak 24 November 2023.
Oleh karena itu, BMKG berharap agar pihak kepolisian dan otoritas terkait segera mengambil tindakan tegas untuk mengembalikan fungsi lahan negara, melindungi aset publik, dan melanjutkan pembangunan yang sempat tertunda.