Normalisasi Sungai Bekasi Terhambat: Sertifikat Lahan di Bantaran Sungai Jadi Kendala
Normalisasi Sungai Bekasi Terhambat: Sertifikat Lahan di Bantaran Sungai Jadi Kendala
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan temuan mengejutkan terkait kendala dalam proyek pelebaran Sungai Bekasi. Dalam peninjauannya, ia menemukan sejumlah lahan di daerah aliran sungai (DAS) telah dialihfungsikan menjadi permukiman dan bahkan telah bersertifikat kepemilikan pribadi. Kondisi ini menimbulkan hambatan serius terhadap upaya normalisasi sungai yang tengah dilakukan.
"Fenomena ini sungguh memprihatinkan," ujar Dedi Mulyadi sebagaimana dikutip dari akun media sosialnya pada Senin, 10 Maret 2025. "Dahulu kita menyaksikan praktik penyertifikatan lahan di wilayah pesisir, kini praktik serupa terjadi di bantaran sungai. Ini jelas merupakan masalah serius yang perlu segera ditangani." Dedi menegaskan perlunya pencabutan sertifikat lahan yang telah diterbitkan secara tidak sah di area DAS Sungai Bekasi. Keberadaan sertifikat tersebut telah menghambat akses alat berat yang dibutuhkan untuk proses pelebaran sungai.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa bibir Sungai Cikeas, sebagai salah satu bagian dari proyek pelebaran, kini telah berubah menjadi permukiman. Hal ini dikonfirmasi oleh perwakilan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang menyatakan bahwa lahan tersebut sebenarnya merupakan bagian dari wilayah sungai. "Artinya, terjadi perubahan status lahan dari milik negara menjadi milik pribadi," tegas Dedi. Ia menekankan bahwa praktik ini telah menciptakan kendala signifikan dalam upaya pemerintah daerah untuk mengatasi masalah banjir dan memastikan kelancaran aliran sungai.
Dampak dari perubahan fungsi lahan di bantaran sungai ini sangat besar dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat signifikan. Dedi memperkirakan kerugian akibat banjir yang berpotensi meningkat akibat penyempitan aliran sungai dapat mencapai lebih dari Rp 3 triliun. Oleh karena itu, ia mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera turun tangan menyelidiki dan menindaklanjuti temuan ini. Proses investigasi harus dilakukan secara transparan dan tuntas untuk memastikan bahwa proses penerbitan sertifikat lahan di kawasan DAS telah sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Jika ditemukan penyimpangan, maka sertifikat tersebut harus dicabut.
Dedi Mulyadi juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang wilayah. Ia menyerukan perlunya intropeksi dan perbaikan sistem tata ruang untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. "Ini bukan hanya soal tobat tata ruang, tetapi juga tobat dalam proses penerbitan sertifikat tanah," tandasnya. Langkah-langkah konkrit perlu diambil untuk memastikan perlindungan aset negara dan pencegahan penyalahgunaan lahan di kawasan strategis seperti bantaran sungai.
Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Penyertifikatan lahan di bantaran Sungai Bekasi menghambat normalisasi sungai.
- Lahan yang seharusnya menjadi milik negara telah dialihfungsikan menjadi permukiman.
- Kerugian akibat banjir akibat penyempitan sungai diperkirakan mencapai lebih dari Rp 3 triliun.
- Dedi Mulyadi mendesak Menteri ATR/BPN untuk menyelidiki dan mencabut sertifikat yang tidak sah.
- Perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang wilayah untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.