Gubernur Bangka Belitung Tunjuk Delapan Staf Khusus Tanpa Beban APBD: Kontroversi Niat Baik di Tengah Tantangan Ekonomi
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, mengambil langkah strategis dengan menunjuk delapan staf khusus untuk mendukung kinerja pemerintahannya. Keputusan ini sontak menuai sorotan publik, terutama mengingat imbauan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait pembatasan pengangkatan staf khusus atau tenaga ahli.
Yudi, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Bangka Belitung, membenarkan rencana tersebut. Ia menegaskan bahwa penunjukan staf khusus ini tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Para staf khusus ini akan bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji atau fasilitas negara.
"Bapak Gubernur mengangkat staf khusus ini tanpa biaya, tidak menggunakan APBD," jelas Yudi di Gedung DPRD Bangka Belitung, Jumat (23/5/2025).
Menurut Yudi, para staf khusus ini akan berperan dalam membantu gubernur menjalankan tugas-tugas pemerintahan serta menjembatani komunikasi dan koordinasi antar organisasi perangkat daerah (OPD). Ia menambahkan bahwa mereka terdiri dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan ahli dari berbagai bidang.
"Secara sukarela mereka membantu, ada akademisi, doktor di Jepang. Mereka pure membantu gubernur, jadi kita sama sekali tidak keluar biaya," imbuhnya.
Jumlah staf khusus yang diangkat dapat disesuaikan sesuai kebutuhan dan kebijakan gubernur. Beberapa nama yang beredar di masyarakat antara lain Yulisman Burnani (bidang pemerintahan), Didiet Pramudito (keamanan), Nadiarsyah (investasi), Fahrurrozi (politik), Ahmadi Sopian (sosial), Agus Hendrayadi (hukum), dan Nisa Latifa (ekonomi).
Ketua DPRD Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, turut membenarkan bahwa penunjukan staf khusus ini bersifat sukarela dan tidak melibatkan anggaran daerah.
"Sampai sekarang belum ada pengusulan anggaran untuk itu," tegas Didit.
Ia menambahkan bahwa DPRD menyambut baik niat baik pihak-pihak yang ingin berkontribusi secara sukarela untuk membantu gubernur.
"Bagaimana kita menolak, ada orang-orang yang ingin membantu tugas pak gubernur sebagai sukarelawan," ujarnya.
"Memang nama-namanya itu kami sudah tahu, saya konfirmasi ke pak gubernur, memang iya, sukarelawan," lanjutnya.
Namun, pengangkatan staf khusus ini tetap memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Sebagian pihak meragukan motivasi para staf khusus yang bersedia bekerja tanpa imbalan materi, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
"Kamu nanti bekerja, tapi tidak digaji, apakah mau? Zaman sulit saat ini," tanya Irman, seorang warga Bangka Tengah, dengan nada skeptis.
Kontroversi ini menyoroti dilema antara niat baik untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dengan kekhawatiran akan potensi konflik kepentingan atau beban tersembunyi di balik penunjukan staf khusus tanpa gaji. Publik akan terus mengamati bagaimana para staf khusus ini akan berkontribusi secara nyata dan apakah mereka benar-benar dapat bekerja secara independen tanpa mengharapkan imbalan apa pun.