Revisi UU Penyiaran: DPR Bahas Regulasi AI dan Kebebasan Pers di Era Digital
Revisi UU Penyiaran: Menyeimbangkan Inovasi AI dengan Kebebasan Pers dan Kedaulatan Digital
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan perwakilan lembaga penyiaran, termasuk TVRI dan LKBN Antara, menghasilkan usulan penting terkait revisi Undang-Undang Penyiaran. Fokus utama diskusi berkisar pada pengintegrasian regulasi kecerdasan buatan (AI) dan penegasan kembali komitmen terhadap kebebasan pers di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital. Para pemangku kepentingan menekankan urgensi untuk menciptakan kerangka hukum yang mampu menyeimbangkan inovasi teknologi dengan perlindungan nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan informasi nasional.
Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno, dalam paparannya di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025), mengajukan perlunya pengaturan khusus terkait pemanfaatan AI dalam industri penyiaran. Penggunaan AI di TVRI, khususnya dalam produksi program dialog Presiden dengan petani, menjadi contoh nyata bagaimana teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi. Namun, Brotoseno juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam mengoptimalkan sumber daya manusia (ASN) di tengah ketersediaan teknologi AI yang relatif mudah diakses. Ia menekankan pentingnya RUU Penyiaran untuk mengakomodasi perkembangan ini dan merumuskan panduan etis dalam pemanfaatan AI.
Sementara itu, Direktur Utama Perum LKBN Antara, Akhmad Munir, mengajukan beberapa poin penting lainnya. Ia menekankan agar revisi UU Penyiaran tetap mengutamakan prinsip kebebasan pers dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Lebih lanjut, Munir menginginkan regulasi yang mampu menciptakan ekosistem media yang sehat dan berkelanjutan. Salah satu fokus utamanya adalah pembentukan model bisnis yang berkeadilan bagi seluruh pelaku industri penyiaran.
Munir juga menyoroti pentingnya pengaturan konten berita asing. Menurutnya, regulasi yang komprehensif sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran konten yang dapat mengganggu stabilitas politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia. Hal ini meliputi mekanisme kontrol atas algoritma distribusi berita global, agar tidak terjadi dominasi konten yang bersifat polarisasi atau manipulasi opini publik. Ia menambahkan pentingnya memastikan data pengguna Indonesia tidak dieksploitasi sepihak oleh pihak asing tanpa pengawasan pemerintah.
Lebih jauh, Munir turut mendorong inovasi jurnalisme berbasis AI dan otomatisasi penyiaran untuk meningkatkan daya saing media nasional. Inovasi ini, menurutnya, harus diiringi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan teknologi dan melindungi kepentingan publik. Kesimpulannya, RDP ini menekankan perlunya pendekatan yang seimbang dalam menyikapi perkembangan teknologi AI dalam industri penyiaran, dengan tetap mengutamakan nilai-nilai demokrasi, kebebasan pers, dan kedaulatan informasi nasional.
Poin-poin penting yang diusulkan:
- Integrasi regulasi AI dalam RUU Penyiaran.
- Penegasan kembali komitmen terhadap kebebasan pers dan HAM.
- Pembentukan model bisnis yang berkeadilan di industri penyiaran.
- Regulasi penyebaran konten berita asing yang dapat mengancam stabilitas nasional.
- Mekanisme kontrol algoritma distribusi berita global untuk mencegah polarisasi dan manipulasi opini.
- Pemanfaatan AI untuk meningkatkan inovasi jurnalisme dan daya saing media nasional.
- Perlindungan data pengguna Indonesia dari eksploitasi sepihak oleh pihak asing.