Oknum Guru SMP di Depok Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap Siswi, Polisi Lakukan Investigasi
Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang guru SMP di Depok terhadap siswinya tengah menjadi perhatian serius pihak kepolisian. Polres Metro Depok telah melakukan visum terhadap salah satu siswi yang diduga menjadi korban. Hal ini diungkapkan oleh Kasi Humas Polres Metro Depok, AKP Made Budi, pada hari Jumat (23/5/2025).
"Visum telah dilakukan terhadap salah satu korban, namun hasilnya masih dalam proses," ujar AKP Made Budi.
Visum ini akan menjadi salah satu alat bukti penting dalam proses penyelidikan dugaan tindak pidana pelecehan yang dilaporkan terjadi pada bulan Maret 2025 lalu. Selain visum, polisi juga telah memeriksa seorang saksi dan korban untuk mengumpulkan keterangan terkait kasus ini.
Dari hasil pemeriksaan sementara, terungkap bahwa dugaan pelecehan terjadi saat kegiatan pesantren kilat di bulan Ramadan. Oknum guru berinisial IR diduga melakukan tindakan asusila berupa ucapan tidak senonoh dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap korban saat berinteraksi.
Menanggapi informasi mengenai kemungkinan adanya korban lain, AKP Made Budi mengimbau agar para korban yang merasa dirugikan segera melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Depok. Polisi juga membuka opsi untuk memeriksa guru-guru lain yang mengetahui informasi terkait kejadian ini.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dugaan pelecehan seksual terhadap tujuh siswi SMP di wilayah Sukmajaya, Depok, oleh oknum guru yang sama. Menurut keterangan seorang pelatih ekstrakurikuler yang juga menjadi saksi mata, pelecehan diduga telah terjadi sejak tahun 2019 dan berlanjut hingga tahun 2025, dengan korban meliputi siswi kelas 7, 8, bahkan alumni sekolah.
Modus pelecehan yang dilakukan beragam, mulai dari tindakan verbal hingga fisik. Salah satu contohnya adalah pelaku berpura-pura membetulkan dasi korban dengan gerakan yang tidak pantas.
Saksi mata juga mengungkapkan bahwa pihak sekolah sempat menganggap kasus ini telah diselesaikan secara internal, sebelum akhirnya menjadi viral di media sosial. Pihak sekolah awalnya memberikan sanksi berupa Surat Peringatan (SP) I kepada pelaku, namun kemudian memberhentikannya dari jabatannya sebagai guru.