Kaldera Toba Terancam Kehilangan Status Geopark UNESCO, DPR RI Beri Peringatan Keras

Kabar kurang sedap menghampiri kawasan wisata Danau Toba, Sumatera Utara. Status Kaldera Toba sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) berada di ujung tanduk, memicu kekhawatiran mendalam dari berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Komisi VII DPR RI bahkan telah menyampaikan peringatan keras, menyoroti potensi dampak buruk pencabutan status tersebut terhadap sektor pariwisata dan perekonomian nasional.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menekankan urgensi pembenahan tata kelola Kaldera Toba secara menyeluruh. Menurutnya, kehilangan status UGGp akan menjadi pukulan telak bagi citra pariwisata Indonesia di mata dunia. Investasi yang telah masuk ke kawasan Danau Toba pun terancam sia-sia. Data menunjukkan, Geopark Danau Toba berhasil menarik investasi sekitar 7,5 juta dollar AS pada periode Januari hingga September 2024, sebuah pencapaian yang tak lepas dari pengakuan UNESCO.

Evita menambahkan bahwa status UNESCO menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Berbagai acara internasional yang rutin digelar di kawasan Danau Toba juga menjadi magnet bagi wisatawan. Pencabutan status UGGp akan mengubah persepsi wisatawan dan masyarakat dunia terhadap Danau Toba, terutama turis mancanegara, yang selama ini menjadikan status tersebut sebagai jaminan kualitas dan keunikan kawasan.

Komisi VII DPR RI mendesak kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan pengelola kawasan untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dalam memperbaiki catatan-catatan yang diberikan oleh UNESCO. Evita menegaskan, pembenahan ini bukan hanya soal menyelamatkan status UGGp, tetapi juga soal menjaga kredibilitas Indonesia dalam upaya konservasi alam. Kegagalan memenuhi standar UNESCO akan mencoreng citra Indonesia di mata dunia.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia, Wilmar E Simandjorang, mengungkapkan bahwa dua tahun setelah peringatan "kartu kuning" dari UNESCO pada September 2023, belum ada kemajuan signifikan dalam pengelolaan kawasan Kaldera Toba. Tim asesor dari UNESCO dijadwalkan akan melakukan penilaian pada Juni ini, dan waktu yang tersisa untuk melakukan pembenahan sangatlah singkat. Lebih lanjut, Wilmar menyoroti bahwa organisasi badan pengelola juga tidak berjalan dengan efektif selama dua tahun terakhir.

Kaldera Toba resmi menjadi bagian dari jaringan UGGp pada 7 Juli 2020. Pengakuan ini menandai keunikan geologi kawasan Danau Toba dan membuka peluang besar bagi pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan pada tiga pilar utama: konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. Namun, ancaman pencabutan status UGGp mengindikasikan bahwa pengelolaan kawasan tersebut belum sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan yang diharapkan.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga telah menyampaikan desakan kepada pemerintah untuk segera menindaklanjuti peringatan UNESCO. Puan menekankan pentingnya langkah konkret dan terkoordinasi dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk menyelamatkan status UGGp Kaldera Toba. DPR RI mengingatkan dengan tegas agar seluruh pihak terkait segera bertindak cepat dan efektif untuk mencegah dampak buruk yang lebih besar.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Geopark Toba:

  • Tata kelola kawasan yang belum optimal
  • Kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan
  • Lambatnya respons terhadap catatan-catatan dari UNESCO
  • Tidak efektifnya badan pengelola

Implikasi Pencabutan Status Geopark:

  • Penurunan citra pariwisata Indonesia
  • Berkurangnya minat investasi
  • Hilangnya potensi pendapatan dari sektor pariwisata
  • Dampak negatif terhadap perekonomian lokal
  • Kerugian bagi upaya konservasi alam dan budaya