RUU Perampasan Aset: Jaminan Perlindungan Pihak Ketiga dalam Penggunaan Aset Ilegal
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi sorotan utama dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana. Analis Hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M Afdal Yanuar, menjelaskan bahwa RUU ini dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik dan menggunakan aset yang diduga berasal dari tindak kejahatan.
Dalam diskusi mengenai perkembangan RUU Perampasan Aset, Afdal menyoroti pentingnya melindungi hak-hak pihak ketiga yang tidak terlibat dalam tindak pidana namun terikat dengan aset tersebut. Contohnya, seseorang yang menyewa atau mencicil rumah yang ternyata dibeli dengan uang hasil kejahatan. RUU ini akan memastikan bahwa penyewa atau pembeli yang tidak mengetahui asal-usul aset tersebut tetap dilindungi haknya.
Konsep lis pendens, yang dikenal dalam hukum Amerika, menjadi salah satu acuan dalam RUU ini. Prinsipnya, jika ada pihak ketiga yang berkepentingan terhadap aset yang akan dirampas, mereka tetap dapat menggunakan aset tersebut hingga batas waktu yang telah disepakati. Selama masa pemanfaatan tersebut, pihak ketiga bertanggung jawab atas biaya operasional dan pemeliharaan aset, seperti pembayaran listrik.
Afdal menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset juga melindungi hak pihak ketiga dalam situasi di mana pelaku kejahatan menggunakan hasil kejahatan untuk membeli aset atau melunasi utang. Misalnya, jika seseorang melunasi utangnya dengan uang hasil tindak pidana, hak-hak pihak yang menerima pembayaran tetap dilindungi.
Dukungan terhadap RUU Perampasan Aset datang dari berbagai pihak, termasuk Presiden Prabowo Subianto, yang menyatakan dukungannya saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025. Prabowo menekankan bahwa tidak boleh ada kompromi terhadap koruptor yang tidak mau mengembalikan uang hasil kejahatannya.
Namun, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengindikasikan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset belum akan dilakukan dalam waktu dekat. DPR berencana menyelesaikan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terlebih dahulu, yang akan memuat mekanisme ketentuan perampasan aset hasil tindak pidana.
Menurut Adies, revisi KUHAP akan mengatur secara rinci tentang perampasan aset untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun demikian, Adies menegaskan bahwa DPR sejalan dengan iktikad Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung RUU Perampasan Aset dan akan mendorong komisi terkait untuk segera membahasnya.
RUU Perampasan Aset diharapkan menjadi instrumen penting dalam memberantas korupsi dan kejahatan lainnya, dengan tetap menjamin perlindungan hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik. Kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak menjadi prinsip utama dalam penyusunan dan implementasi RUU ini.