Guru di NTT Diduga Pertontonkan Video Pornografi ke Siswa SD, Legislator Geram
Kasus dugaan guru mempertontonkan video porno kepada siswa sekolah dasar mencoreng dunia pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Seorang oknum guru berinisial BEKD di Kabupaten Sabu Raijua dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan tindakan tidak terpuji tersebut. Insiden ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota legislatif di tingkat pusat.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah, mengecam keras tindakan oknum guru tersebut. Ia menilai perbuatan itu sebagai pelanggaran berat yang tidak hanya melukai psikologis anak-anak yang masih di bawah umur, tetapi juga merusak citra lembaga pendidikan. "Tindakan tersebut jelas merupakan pelanggaran berat. Guru tersebut tidak hanya gagal menjadi teladan, tetapi justru menjadi perusak moral anak-anak didiknya," tegas Himmatul.
Menurut Himmatul, oknum guru tersebut berpotensi melanggar sejumlah undang-undang terkait perlindungan anak dan pornografi, termasuk:
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, melarang segala bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, termasuk paparan terhadap konten pornografi.
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang secara tegas melarang penyebaran atau pertunjukan materi pornografi kepada publik, terlebih lagi kepada anak-anak.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang memasukkan tindakan memperlihatkan konten seksual secara sengaja sebagai bentuk kekerasan seksual non-fisik.
Selain itu, tindakan guru tersebut juga dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan nasional dan kode etik guru. Himmatul mendesak pihak kepolisian untuk segera menindak tegas oknum guru tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia juga meminta instansi terkait, seperti Dinas Pendidikan setempat dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), untuk mengambil tindakan tegas dan transparan serta segera menindaklanjuti kasus ini.
"Kami juga menyarankan agar Pemerintah melalui Kemendikbudristek memperkuat sistem seleksi, pelatihan, dan pengawasan terhadap tenaga pendidik," ujarnya. Lebih lanjut Himmatul menekankan pentingnya memberikan pendampingan psikologis kepada para siswa yang menjadi korban. Pendampingan ini diharapkan dapat membantu mereka memulihkan diri dari trauma dan kembali belajar dengan tenang.
Kasus ini bermula ketika BEKD diduga mempertontonkan video porno kepada 24 siswa kelas VI SD di sekolah tempatnya mengajar. Pihak kepolisian telah menerima laporan terkait kejadian ini dan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Kapolres Sabu Raijua, AKBP Paulus Naatonis, mengungkapkan bahwa penyidik telah melakukan wawancara dengan 10 siswa sebagai bagian dari proses klarifikasi. Status BEKD saat ini masih sebagai terperiksa, sambil menunggu hasil pemeriksaan psikologis. Kabid Humas Polda NTT, Kombes Hendry Novika Chandra, membenarkan bahwa laporan kasus ini diterima oleh Polres Sabu Raijua pada tanggal 14 Mei 2025. Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu keprihatinan mendalam terkait perlindungan anak di lingkungan pendidikan.