Unjuk Rasa Kenaikan UKT di Universitas Cenderawasih Berujung Bentrokan: BEM dan Polisi Saling Lempar Tuduhan
Aksi Unjuk Rasa Kenaikan UKT di Universitas Cenderawasih Berujung Bentrokan: BEM dan Polisi Saling Lempar Tuduhan
Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) terkait penolakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) berujung ricuh. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Uncen, dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, menyampaikan klarifikasi terkait insiden yang terjadi di depan Gapura Kampus Uncen Perumnas III Waena, Jayapura.
Ketua BEM Uncen, Yanes Hisage, menuding aparat kepolisian bertindak represif dalam membubarkan aksi demonstrasi tersebut. Ia mengklaim bahwa mahasiswa hanya diberikan waktu singkat untuk menyampaikan aspirasi mereka, yaitu sekitar 10 menit, sebelum kemudian dipaksa bubar oleh aparat. Padahal, menurut Yanes, tujuan utama aksi tersebut adalah untuk mendesak Rektor Uncen memberikan penjelasan mengenai kenaikan UKT yang menjadi polemik.
"Kami justru ditekan oleh polisi untuk bubar sebelum aspirasi disampaikan," tegas Yanes dalam konferensi pers di Kantor LBH Papua.
Yanes juga menuding pihak kepolisian sengaja memperkeruh suasana dan melanggar otonomi kampus. Ia berpendapat bahwa tindakan polisi tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 dan Pasal 28 E UUD 1945 yang menjamin kebebasan menyampaikan pendapat. Ia juga menyayangkan tindakan aparat yang dianggap tidak mengayomi dan melindungi warga seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Direktur LBH Papua, Festus Ngoranmele, menambahkan bahwa bentrokan tersebut seharusnya tidak terjadi jika pihak kampus bersedia berdialog dan mendengarkan tuntutan mahasiswa. Ia menekankan pentingnya komunikasi yang konstruktif antara mahasiswa dan pihak berwenang dalam menyelesaikan masalah-masalah di kampus, termasuk isu kenaikan UKT.
Sementara itu, Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Fredrickus W.A Maclarimboen, memberikan keterangan yang berbeda. Ia menyatakan bahwa mahasiswa telah diberikan ruang yang cukup untuk menyampaikan aspirasi dan bahkan sempat berdialog dengan Pembantu Rektor III Uncen. Ia membantah tudingan bahwa aparat kepolisian hanya memberikan waktu 10 menit.
Kapolresta juga menjelaskan bahwa kehadiran aparat kepolisian di lingkungan kampus adalah atas permintaan rektor untuk mengevakuasi dosen, mahasiswa, dan staf yang merasa terancam akibat aksi demonstrasi yang semakin memanas. Ia menambahkan bahwa ada gelombang massa mahasiswa yang bergabung dan berusaha menguasai akses utama di dalam kampus.
"Kami tidak masuk kampus tanpa izin," tegasnya.
Sebelumnya, Rektor Uncen, Oscar Oswald Wambrauw, telah membantah adanya kenaikan UKT. Ia menjelaskan bahwa sejak Uncen menjadi Badan Layanan Umum (BLU) pada tahun 2023, tidak ada perubahan atau kenaikan UKT. Besaran UKT, menurutnya, ditetapkan berdasarkan kelompok-kelompok tertentu dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa sejak awal masuk kuliah hingga selesai.
"Tidak ada perubahan kenaikan UKT sama sekali," ujarnya.
Dalam aksi demonstrasi yang berujung ricuh tersebut, dilaporkan bahwa mahasiswa melempari aparat kepolisian dengan batu, sementara polisi menggunakan water cannon untuk membubarkan massa. Akibatnya, empat anggota kepolisian mengalami luka-luka dan satu unit mobil truk polisi dibakar massa.