KPU Bantah Dugaan Mark-Up Anggaran Sewa Jet Pribadi, Klaim Efisiensi Capai Miliaran Rupiah

Polemik dugaan mark-up anggaran penyewaan jet pribadi yang menyeret Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasuki babak baru. Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, secara tegas membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya justru berhasil melakukan efisiensi anggaran hingga mencapai miliaran rupiah.

Afifuddin menjelaskan, penggunaan anggaran oleh KPU telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilakukan secara transparan, terdata dengan baik, serta telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia mengungkapkan, dalam pelaksanaan kontrak penyewaan jet pribadi, KPU berhasil menekan biaya dari anggaran awal sebesar Rp 65 miliar menjadi Rp 46 miliar, sehingga terdapat efisiensi sebesar Rp 19 miliar. Pembayaran pun dilakukan sesuai dengan penggunaan, sehingga KPU membayar di bawah nilai kontrak yang telah ditetapkan.

"Tidak ada proses yang disembunyikan, sesuai aturan perundang-undangan, serta telah dilakukan audit oleh BPK," tegas Afifuddin.

Penggunaan jet pribadi, menurut Afifuddin, semata-mata ditujukan untuk kebutuhan teknis dalam memastikan kelancaran tahapan Pemilu 2024. Dengan monitoring yang dilakukan KPU, potensi kesalahan dalam pengadaan, pengepakan, dan distribusi logistik Pemilu 2024 dapat diminimalisir. Ia mencontohkan, daerah-daerah yang sebelumnya kerap mengalami keterlambatan logistik pada pemilu-pemilu sebelumnya, berhasil diatasi tepat waktu pada Pemilu 2024. Secara umum, anggaran logistik Pemilu 2024 berhasil diefisiensikan sekitar Rp 380 miliar.

Pernyataan Afifuddin ini merupakan respons atas laporan Lembaga Trend Asia ke DKPP dan KPK terkait penyewaan jet pribadi oleh KPU pada Pemilu 2024. Lembaga tersebut menghitung adanya selisih atau gap sewa sebesar Rp 30 miliar. Peneliti Trend Asia, Zakki Amali, menduga adanya selisih antara anggaran yang dikeluarkan KPU dengan data yang mereka miliki.

Zakki menyebutkan bahwa berdasarkan temuan mereka, anggaran penyewaan jet pribadi yang dilakukan KPU tidak mencapai Rp 45 miliar. Ia menduga ada selisih operasional jet pribadi sekitar Rp 30 miliar antara data Trend Asia dan anggaran KPU. Disebutkan pula bahwa KPU melakukan 59 perjalanan menggunakan jet pribadi selama Pemilu 2024.

"Kalau kita bicara soal mark-up, itu kan sifatnya dugaan. Dugaan ya. Dugaan pertama kan waktu awal terjadi selisih dari kontrak yang ada, sekitar Rp 19 miliar. Nah, itu sudah dibantah oleh KPU bahwa anggaran riilnya sekitar Rp 45 miliar. Nah, itu. Kemudian dugaan yang kedua adalah dari sisi operasionalnya itu sendiri," ujar Zakki.

Zakki menambahkan, terdapat selisih uang operasional penggunaan jet pribadi. Kendati demikian, untuk dugaan adanya penggelembungan, perlu dibuktikan berdasarkan hukum yang berlaku.

"Dari biaya operasionalnya Rp 15 miliar menurut perhitungan kami, kemudian anggaran Rp 45 miliar atau ada sekitar Rp 30 miliar (selisih). Ada gap ya, kita menyebutnya gap," ungkapnya.

Berikut adalah poin-poin yang menjadi sorotan dalam polemik ini:

  • Dugaan Mark-Up: Lembaga Trend Asia menduga adanya mark-up anggaran penyewaan jet pribadi oleh KPU.
  • Selisih Anggaran: Terdapat perbedaan perhitungan anggaran antara KPU dan Trend Asia, dengan selisih mencapai Rp 30 miliar.
  • Efisiensi Anggaran: KPU mengklaim telah melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 19 miliar dalam penyewaan jet pribadi, dan Rp 380 miliar dalam anggaran logistik Pemilu 2024.
  • Transparansi: KPU menegaskan penggunaan anggaran telah dilakukan secara transparan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Audit BPK: KPU menyatakan bahwa penggunaan anggaran telah diaudit oleh BPK.
  • Kebutuhan Teknis: KPU berdalih penggunaan jet pribadi semata-mata untuk kebutuhan teknis dalam memastikan kelancaran Pemilu 2024.

Penyelesaian polemik ini akan menjadi ujian bagi kredibilitas KPU dan transparansi pengelolaan anggaran negara.