PKS Dorong Peningkatan Dana Bantuan Parpol Jadi Rp 10.000 Per Suara dan Pembentukan Badan Usaha

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengemukakan usulan mengenai peningkatan dana bantuan partai politik (parpol) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bendahara Umum PKS, Mahfudz Abdurrahman, menyatakan bahwa idealnya setiap partai politik menerima anggaran sebesar Rp 10.000 per suara yang diperoleh.

"Ya idealnya paling tidak Rp 10 ribu per suara, sekarang kan cuma Rp 1.000," ujar Mahfudz Abdurrahman kepada awak media.

Saat ini, besaran bantuan keuangan untuk partai politik diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018, yang merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 5 Tahun 2009. Pasal 5 ayat (1) PP tersebut menetapkan bahwa partai politik tingkat pusat yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima bantuan keuangan sebesar Rp 1.000 per suara sah.

Selain usulan peningkatan dana bantuan, Mahfudz Abdurrahman juga mengusulkan agar partai politik diperbolehkan untuk mendirikan badan usaha. Menurutnya, langkah ini dapat menjadi sumber pendanaan tambahan bagi partai, sehingga tidak hanya bergantung pada sejumlah kecil pihak.

"Ya itu sampai sekarang kan memang belum boleh ya (membentuk badan usaha) secara UU. Ya kalau itu bisa dilakukan juga cukup bagus dalam rangka untuk memperkecil tingkat dominasi oligarki dalam mendukung faktor keuangan di Pemilu atau Pilkada," jelas Mahfudz.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, menjelaskan bahwa terdapat aturan dalam undang-undang yang melarang partai politik untuk memiliki badan usaha. Bahtiar menyampaikan hal ini saat penyerahan dana bantuan politik di DPP Partai Gerindra.

"Partai politik tidak boleh mendirikan badan usaha, hanya berdasarkan iuran anggota sumbangan. Di negara-negara demokrasi maju, Pak Mendagri (Tito Karnavian) baru pulang Minggu lalu dari Jerman, termasuk diundang di sana, partai politik boleh mendirikan badan usaha," kata Bahtiar.

Bahtiar menambahkan bahwa organisasi masyarakat (ormas) bahkan diperbolehkan untuk mendirikan badan usaha, sehingga menurutnya tidak ada alasan yang kuat untuk melarang partai politik melakukan hal yang sama.

"Ormas yang sekarang boleh kok mendirikan badan usaha, kenapa partai politik tidak boleh mendirikan badan usaha? Toh manajemennya berbeda, cuma kapabilitas saja," ujarnya.

Lebih lanjut, Bahtiar menyoroti bahwa Undang-Undang Partai Politik saat ini tidak mengatur mengenai aset partai, sehingga menimbulkan kesulitan dalam pencatatan aset.

"Kemudian di dalam UU Partai Politik kita juga tidak menganut tentang aset, ada aturan tentang aset. Jadi pasti partai politik di Indonesia ini mengalami kesulitan dalam pencatatan aset partai Politik, karena hukum partai Tahun 2011 tidak mengatur tentang itu," pungkasnya.