Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Menuai Penolakan dari Aktivis 98, Kemensos Tampung Aspirasi
Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan akan menampung semua aspirasi terkait usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto. Rencana pengajuan nama Soeharto sebagai salah satu kandidat Pahlawan Nasional tahun 2025 ini, yang digagas bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret lalu, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono, yang juga merupakan bagian dari aktivis 98, menegaskan bahwa seluruh masukan dan pendapat, termasuk dari kalangan aktivis 98, akan dipertimbangkan secara seksama. Pernyataan ini disampaikan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu (24/5/2025).
"Semua aspirasi kita dengar, semua pendapat kita terima pertimbangkan," ujar Agus Jabo, merespons berbagai reaksi yang muncul terkait wacana ini. Ia menambahkan bahwa saat ini, proses pengkajian usulan tersebut masih berada di tangan TP2GP. Agus Jabo belum dapat memberikan informasi terbaru mengenai perkembangan kajian tersebut.
Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto memang memicu perdebatan. Masa kepemimpinan Soeharto selama tiga dekade diwarnai dengan berbagai kebijakan yang dianggap kontroversial. Hal ini menjadi salah satu alasan penolakan dari sebagian kalangan, termasuk aktivis 98.
Salah satu tokoh aktivis 98 yang secara tegas menolak usulan ini adalah Masinton Pasaribu, yang kini menjabat sebagai Bupati Tapanuli Tengah. Menurutnya, sejarah masih terus berjalan dan pemberian gelar pahlawan sebaiknya tidak terburu-buru dilakukan.
"Ini sejarah kan masih berjalan terus. Pemberian gelar itu jangan dulu," kata Masinton saat ditemui di sebuah hotel di Jakarta Selatan, pada hari Rabu (21/5/2025). Ia mengajak seluruh aktivis 98 untuk merenungkan kembali implikasi dari pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
Masinton juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dapat mengkhianati perjuangan para aktivis yang memperjuangkan reformasi pada tahun 1998. Ia mengingatkan bahwa gerakan reformasi lahir dari semangat memperjuangkan demokrasi dan perubahan di Indonesia.
"Kalau Pak Harto diberikan gelar pahlawan, nah terus yang aktivis yang memperjuangkan gerakan pada saat itu berarti pengkhianatan?" tegas Masinton. Ia berharap polemik terkait usulan ini dapat menjadi bahan refleksi bagi semua pihak.
Politisi PDI-P ini juga menekankan pentingnya mengingat kembali tujuan dari gerakan reformasi 1998. Menurutnya, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto akan menimbulkan pertanyaan besar terkait makna perjuangan reformasi itu sendiri. Ia berharap usulan pemberian gelar ini tidak dilanjutkan, mengingat potensi kontroversi dan luka sejarah yang mungkin kembali terbuka.