Blokir Kebijakan Pembatasan Mahasiswa Asing Harvard, Hakim AS Dikecam Gedung Putih
Penangguhan Kebijakan Pembatasan Mahasiswa Asing Harvard Picu Reaksi Keras Gedung Putih
Kebijakan kontroversial pemerintahan mantan Presiden Donald Trump yang melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing untuk sementara diblokir oleh hakim distrik Amerika Serikat (AS). Penangguhan ini menyusul gugatan hukum yang diajukan oleh pihak universitas.
Harvard mengajukan gugatan yang menuding pemerintah telah melakukan pelanggaran konstitusi dan hukum federal AS dengan mencabut hak universitas untuk menerima mahasiswa internasional. Gugatan tersebut diajukan di pengadilan federal Boston, Massachusetts, pada Jumat (23/5/2025).
Hakim distrik AS, Allison Burroughs, mengeluarkan perintah penangguhan sementara atas kebijakan tersebut setelah gugatan diajukan. Burroughs memerintahkan pemerintah untuk tidak memberlakukan pencabutan sertifikasi SEVP (Student and Exchange Visitor Program) Harvard. SEVP sendiri merupakan sistem yang memungkinkan mahasiswa asing untuk menempuh pendidikan di AS.
Perintah hakim Burroughs menangguhkan kebijakan tersebut selama dua pekan. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 27 dan 29 Mei untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam kasus ini.
Gedung Putih Meradang, Sebut Hakim Langgar Wewenang
Juru bicara Gedung Putih, Abigail Jackson, memberikan reaksi keras terhadap perintah hakim Burroughs. Ia menyatakan hakim tidak memiliki hak untuk menghentikan kebijakan imigrasi dan keamanan nasional pemerintah. Pemerintah berpotensi mengajukan banding atas putusan ini.
Wakil kepala staf Gedung Putih, Stephen Miller, bahkan menyebut hakim Burroughs sebagai "hakim komunis" karena mengabulkan penangguhan sementara tersebut. Ia berpendapat hakim telah menciptakan hak konstitusional bagi warga negara asing untuk diterima di universitas-universitas Amerika yang didanai oleh pajak warga negara Amerika.
Hakim Burroughs merupakan hakim distrik AS yang bertugas di Pengadilan Distrik AS untuk Massachusetts. Ia ditunjuk sejak tahun 2015 oleh mantan Presiden Barack Obama.
Putusan ini memberikan sedikit kelegaan bagi ribuan mahasiswa asing Harvard yang terancam kehilangan status hukum mereka akibat kebijakan pemerintahan Trump. Harvard menerima hampir 6.800 mahasiswa asing pada tahun ajaran 2024-2025, setara dengan 27 persen dari total pendaftaran.
Latar Belakang Kebijakan Kontroversial
Kebijakan larangan menerima mahasiswa asing diberlakukan karena kemarahan Trump atas penolakan Harvard terhadap pengawasan Washington terkait penerimaan dan perekrutan. Hal ini terjadi di tengah tuduhan bahwa universitas tersebut menjadi sarang anti-Semitisme dan ideologi liberal.
Pemerintahan Trump mengancam akan meninjau kembali pendanaan pemerintah untuk Harvard sebesar US$ 9 miliar. Kemudian dilakukan pembekuan hibah sebesar US$ 2,2 miliar pada tahap pertama. Bahkan, seorang peneliti Sekolah Kedokteran Harvard dideportasi.
Dalam gugatannya, Harvard menyatakan tindakan pemerintah merupakan pembalasan atas langkah universitas menjalankan hak Amandemen Pertama dengan menolak tuntutan pemerintah untuk mengendalikan tata kelola, kurikulum, dan ideologi fakultas serta mahasiswanya.
Gugatan Harvard meminta hakim AS untuk menghentikan tindakan pemerintah yang dianggap sewenang-wenang, tidak masuk akal, melanggar hukum, dan inkonstitusional.