Industri Hotel Yogyakarta Dorong Moratorium dan Penertiban Akomodasi Ilegal di Kawasan Sumbu Filosofi

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara aktif mendukung inisiatif Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menerapkan moratorium pembangunan hotel baru di kawasan inti Sumbu Filosofi. Langkah ini dipandang krusial untuk menjaga keseimbangan industri pariwisata dan meratakan pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah DIY.

Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa usulan moratorium serupa telah diajukan kepada Gubernur DIY sejak tahun sebelumnya, mencakup wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Dorongan ini didasari oleh kekhawatiran akan terjadinya konsentrasi okupansi hotel hanya di wilayah perkotaan, yang dapat menghambat potensi pengembangan pariwisata di kabupaten lain seperti Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul.

"Tujuan utama moratorium ini adalah untuk menciptakan pemerataan okupansi hotel di seluruh DIY. Hotel-hotel di Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul memiliki potensi besar untuk dikembangkan, dan moratorium ini diharapkan dapat mendorong wisatawan untuk menjelajahi keindahan seluruh wilayah," ujar Deddy.

Selain mendukung moratorium, PHRI DIY juga menekankan pentingnya penertiban penginapan ilegal yang semakin menjamur di wilayah Yogyakarta. Menurut Deddy, keberadaan homestay dan indekos yang disewakan harian tanpa izin yang jelas dapat mengganggu iklim usaha perhotelan yang sehat dan merugikan pendapatan asli daerah (PAD) karena tidak tercatat dan dikenakan pajak.

"Kami memohon kepada pihak terkait untuk melakukan penertiban dan pendataan terhadap homestay dan indekos yang disewakan harian. Penginapan-penginapan ini seharusnya memiliki izin yang sesuai dan membayar pajak, sehingga menciptakan persaingan yang sehat dan berkontribusi pada pendapatan daerah," tegas Deddy.

Deddy juga menyoroti potensi peningkatan jumlah penginapan ilegal di Kota Yogyakarta sebagai dampak dari moratorium hotel. Oleh karena itu, pengawasan dan penertiban yang ketat menjadi sangat penting untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan industri perhotelan yang legal dan pendapatan daerah.

Lebih lanjut, Deddy menambahkan bahwa kebijakan moratorium dapat membantu mengurangi kepadatan lalu lintas di kawasan inti kota, terutama jika dibarengi dengan pengawasan yang efektif terhadap penginapan non-hotel. Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menciptakan kawasan Sumbu Filosofi yang nyaman dan lestari bagi wisatawan dan masyarakat.

Sebelumnya, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, telah mengimbau para pengelola hotel untuk tidak lagi merencanakan pembangunan di kawasan inti Sumbu Filosofi, yang meliputi area di sepanjang jalur yang membentang dari Tugu Pal Putih, Malioboro, Keraton Yogyakarta, hingga Panggung Krapyak. Kebijakan ini merupakan langkah konkret untuk menjaga keaslian dan keindahan kawasan bersejarah tersebut.

Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Moratorium pembangunan hotel baru di kawasan inti Sumbu Filosofi didukung penuh oleh PHRI DIY.
  • PHRI DIY telah mengusulkan moratorium serupa sejak tahun lalu, mencakup Kota Yogyakarta dan Sleman.
  • Tujuan moratorium adalah untuk meratakan okupansi hotel di seluruh DIY.
  • PHRI DIY menekankan pentingnya penertiban penginapan ilegal.
  • Penginapan ilegal berpotensi merugikan pendapatan asli daerah.
  • Moratorium diharapkan dapat mengurangi kepadatan lalu lintas di kawasan inti kota.
  • Wali Kota Yogyakarta telah mengimbau pengelola hotel untuk tidak membangun di kawasan inti Sumbu Filosofi.