Banjir Dayeuhkolot: Kesulitan Warga Berpuasa dan Sahur di Tengah Genangan Air yang Belum Surut
Banjir Dayeuhkolot: Kesulitan Warga Berpuasa dan Sahur di Tengah Genangan Air yang Belum Surut
Banjir yang melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sejak Jumat, 7 Maret 2025, hingga Senin, 10 Maret 2025, masih menimbulkan kesulitan bagi warga setempat, khususnya dalam menjalani ibadah puasa Ramadan. Genangan air yang belum sepenuhnya surut di sejumlah kampung dan desa mengakibatkan terganggunya aktivitas warga, termasuk persiapan berbuka dan sahur. Jalan Raya Dayeuhkolot, yang kerap menjadi langganan banjir, pun masih tergenang, meskipun ketinggian air telah menurun dan memungkinkan kendaraan roda dua dan empat untuk melintas.
Di Kampung Babakan Leuwi Bandung, Desa Citeureup, debit air masih relatif tinggi akibat hujan yang kembali mengguyur wilayah tersebut pada Minggu, 9 Maret 2025. Yomi Triadiansyah, Ketua RW 01, mengungkapkan bahwa banjir kali ini lebih besar dibandingkan kejadian sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa banjir tersebut merupakan luapan dari debit air Kota Bandung, yang kerap terjadi meskipun wilayah Dayeuhkolot tidak diguyur hujan deras. Hujan lebat yang merata di Bandung Raya mengakibatkan air naik dengan cepat, memaksa sekitar 30 warga mengungsi ke Bale karena rumah mereka tidak memiliki lantai dua. Namun, banyak warga yang memilih mengungsi ke rumah kerabat karena fasilitas pengungsian yang tersedia dinilai tidak memadai.
"Banjir datang tiba-tiba saat adzan Maghrib, mengganggu persiapan berbuka puasa," ujar Yomi. "Banyak warga yang kesulitan bahkan tidak bisa sahur karena dapur mereka terendam." Kondisi ini menunjukkan betapa besar dampak banjir terhadap kehidupan warga, khususnya dalam menjalankan ibadah puasa. Yomi berharap ada solusi konkret dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah banjir tahunan ini, minimal mengurangi debit air yang menggenangi wilayahnya.
Sementara itu, di Kampung Sukabirus, Desa Citeureup, luapan Sungai Cigede masih menggenangi rumah-rumah warga dan fasilitas umum, termasuk sebuah musala yang nyaris ambruk. Atep Usman, Ketua RT 7 RW 13, Kampung Sukabirus, melaporkan kerusakan yang cukup signifikan. Hampir semua kampung di Desa Citeureup terdampak, jauh lebih luas daripada banjir sebelumnya. Ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa. Warga yang memiliki rumah bertingkat memilih bertahan, sementara yang lainnya mengungsi. Meskipun demikian, semangat gotong royong masih terlihat, dengan warga saling membantu menyediakan takjil dan bahan makanan seadanya untuk sahur.
Baik Yomi maupun Atep berharap pemerintah segera menyelesaikan pembangunan tanggul Sungai Cigede untuk mengurangi dampak banjir di masa mendatang. Kejadian ini menyoroti pentingnya infrastruktur yang memadai dan solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah banjir di Dayeuhkolot dan sekitarnya. Kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait sangat krusial untuk mengurangi dampak bencana alam seperti ini dan memastikan keselamatan serta kenyamanan warga.
Kondisi saat ini: * Genangan air masih tinggi di beberapa wilayah Dayeuhkolot. * Jalan Raya Dayeuhkolot masih tergenang, walau kendaraan roda dua dan empat sudah bisa melintas. * 30 warga Kampung Babakan Leuwi Bandung mengungsi. * Musala di Kampung Sukabirus nyaris ambruk. * Warga terdampak kesulitan berbuka dan sahur. * Gotong royong warga masih terlihat dalam menyediakan makanan. * Warga berharap adanya solusi konkret dan pembangunan tanggul yang selesai.