Mengoptimalkan Potensi Wisata Musik: Peluang Emas bagi Pariwisata Indonesia

Wisata Musik: Pintu Gerbang Baru Pariwisata Indonesia

Musik telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar hiburan; ia kini menjadi daya tarik wisata yang signifikan. Konser dan festival musik menarik wisatawan domestik dan mancanegara, mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif, serta memperkuat branding kota. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah lama menyadari potensi ini, bahkan sejak era kepemimpinan Arief Yahya. Inisiatif music tourism diharapkan dapat meniru kesuksesan kota-kota seperti Liverpool, yang berhasil mengubah citranya dari kota industri menjadi pusat wisata musik berkat warisan The Beatles.

Belajar dari Kesuksesan Global

Kota-kota seperti Nashville, Austin, Memphis, dan New Orleans di Amerika Serikat, serta Liverpool di Inggris, adalah contoh bagaimana musik dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pariwisata. Liverpool, yang dulunya dikenal sebagai kota industri dan pelabuhan, berhasil bangkit dari krisis ekonomi melalui wisata musik, memanfaatkan statusnya sebagai tempat kelahiran The Beatles. Bandara kota itu bahkan dinamai John Lennon Airport sebagai penghormatan.

Glastonbury Festival di Inggris, salah satu festival musik outdoor terbesar dan tertua di dunia, tidak hanya menjadi acuan bagi acara serupa, tetapi juga dikenal karena semangat pelestarian alam dan kearifan lokalnya. Festival ini diadakan di lahan pertanian bernama Worthy Farm, menunjukkan bagaimana musik dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai budaya dan lingkungan.

Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) mendefinisikan wisata musik sebagai semua aktivitas yang dilakukan wisatawan dengan motivasi utama terkait musik. Ini bisa berupa perjalanan khusus untuk menghadiri festival musik, atau aktivitas yang memperkaya pengalaman wisatawan, seperti menikmati pertunjukan musik jazz di restoran lokal. Integrasi musik yang baik dapat menciptakan pengalaman wisata yang berfokus pada warisan budaya, keberagaman, dan kearifan lokal.

Tantangan dan Peluang Pengembangan

Meski memiliki potensi besar, pengembangan music tourism di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah persaingan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Thailand dalam menarik konser dan festival musik internasional. Contohnya, ketika Coldplay mengadakan konser enam hari berturut-turut pada tahun 2024, Jakarta hanya mendapat satu hari. Hal serupa terjadi dengan konser Taylor Swift, di mana Jakarta tidak kebagian satu hari pun dalam tur dunianya.

Selain itu, insiden seperti pemalakan oleh oknum polisi di Djakarta Warehouse Project (DWP) pada tahun 2024 telah merusak citra Indonesia di mata penyelenggara dan penonton musik internasional. Membangun kembali kepercayaan ini membutuhkan waktu dan strategi khusus.

Masalah lain yang perlu diatasi adalah ketersediaan dan aksesibilitas venue konser. Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) sering menjadi pilihan utama, tetapi venue lain seperti Jakarta International Stadium (JIS) dan JIExpo memiliki masalah aksesibilitas. Gangguan dari kelompok masyarakat tertentu dan perizinan yang rumit juga menjadi hambatan.

Kemenparekraf, di bawah kepemimpinan Sandiaga Uno, telah mengevaluasi masalah perizinan yang rumit dan berbelit. Proses pengajuan izin konser seringkali memakan waktu lama dan melibatkan banyak instansi, sehingga menimbulkan ketidakpastian. Selain itu, masalah overcapacity dan manajemen kerumunan yang buruk, serta kurangnya regulasi soal keselamatan dan kesehatan penonton, juga perlu diatasi.

Harapan di Masa Depan

Upaya untuk menghidupkan kembali konser dan festival musik di Indonesia terus dilakukan. Salah satu contohnya adalah Hammersonic Festival, festival musik metal terbesar di Asia Tenggara, yang secara konsisten menarik metalhead dari seluruh dunia. Keunikan budaya, keramahan masyarakat, dan kekayaan destinasi Indonesia juga menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan.

Ravel Entertainment selaku penyelenggara Hammersonic Festival memandang bahwa Indonesia memiliki keunikan dari sisi budaya, keramahan masyarakat, hingga kekayaan destinasi yang bisa dikemas dalam satu pengalaman menyeluruh lewat musik.

Dengan digitalisasi dan keterbukaan akses, Indonesia memiliki peluang emas untuk menjadikan musik sebagai salah satu pintu masuk pariwisata yang kuat. Hal ini diharapkan dapat menggantikan acara MICE yang berkurang drastis setelah pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Pengembangan music tourism yang sukses dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan citra Indonesia di mata dunia.