Pedagang Pondok Betung Terkejut Lahan Sewaan Ormas Ternyata Milik BMKG

Para pedagang di kawasan Pondok Betung, Tangerang Selatan, mendapati fakta mengejutkan terkait lahan yang selama ini mereka sewa. Mereka baru mengetahui bahwa lahan tersebut ternyata milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Selama ini, mereka membayar biaya sewa kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) bernama Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB).

Salah seorang pedagang, Darmaji, mengungkapkan kebingungannya ketika aparat kepolisian datang untuk melakukan penertiban. Ia mengaku baru mengetahui kepemilikan lahan oleh BMKG saat polisi tiba di lokasi. "Saya baru tahu ini punya BMKG pas polisi datang, makanya saya bingung," ujarnya kepada Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang, saat ditemui di lokasi kejadian pada Sabtu (24/5/2025).

Penawaran Lapak dari Ketua RT

Darmaji menceritakan bahwa dirinya mendapatkan tawaran untuk berjualan di lokasi tersebut dari ketua RT setempat pada bulan Januari 2025. Setiap bulannya, ia membayar biaya sewa sebesar Rp 3,5 juta. Biaya tersebut, menurutnya, mencakup uang keamanan dan biaya listrik. Namun, Darmaji kemudian mengetahui bahwa uang sewa tersebut diserahkan kepada pihak ormas yang mengatasnamakan Yani, bukan kepada pihak berwenang seperti kelurahan atau instansi resmi.

Pedagang Hewan Kurban Ditarik Biaya Sewa Tinggi

Kisah berbeda dialami oleh Ina Wayuningsih, seorang pedagang hewan kurban. Ia mengaku ditawari lahan langsung oleh anggota GRIB yang mengaku sebagai ahli waris. Ina baru menempati lahan tersebut pada minggu kedua bulan Mei 2025, tepatnya pada Sabtu (10/5/2025). Menurut Ina, dua orang yang menawarinya adalah Jamal, yang disebut sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) GRIB Jaya, dan Keke, yang disebut sebagai Ketua Ranting GRIB Jaya.

Selain itu, Ina juga diwajibkan membayar sejumlah uang kepada Yani selaku Ketua GRIB Jaya DPC Tangsel. Biaya sewa yang ditetapkan untuk Ina jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Darmaji. Yani meminta Ina, seorang pedagang sapi kurban, untuk membayar uang sewa sebesar Rp 25 juta. Biaya tersebut, menurut Yani, sudah termasuk biaya keamanan dan koordinasi dengan pihak RT/RW setempat. Setelah melalui negosiasi, keduanya sepakat dengan biaya sewa sebesar Rp 22 juta.

"Totalnya Rp 22 juta. Saya percaya saja karena mereka bilang semua sudah berkoordinasi dengan RT, RW, lurah, dan Babinsa," jelas Ina.

Pedagang Diminta Mengosongkan Lahan

Lapak milik Ina dan Darmaji kini terancam digusur dari lokasi tersebut. Darmaji, yang sudah berjualan selama lima bulan, diminta untuk segera membongkar lapaknya. Sementara itu, Ina, yang baru berjualan kurang dari sebulan, diberikan toleransi hingga tanggal 8 Juni 2025, mengingat momen Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah sudah semakin dekat.

Ina memohon agar dirinya diizinkan untuk berjualan lebih lama, mengingat sulit baginya untuk memindahkan sebanyak 213 ekor sapi dalam waktu singkat. "Saya enggak ada masalah kalau memang (lahan) bukan hak saya. Tapi mohon kebijakan karena ini hewan hidup. Kalau dipindah butuh banyak biaya," ungkap Ina.

Kepemilikan Lahan oleh BMKG Diperkuat

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa BMKG secara resmi memiliki dokumen Sertifikat Hak Pakai (SHP) untuk lahan tersebut. "Sudah kami cek, di atas lahan itu statusnya hak pakai atas nama BMKG," ungkap Nusron saat dikonfirmasi pada Minggu (25/5/2025).

Ia juga menekankan bahwa tidak ada perkara atau sengketa yang terjadi di atas lahan tersebut. "Sedang tidak berperkara dan tidak sedang sengketa di sana," tambahnya. Lahan seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektar itu tercatat sebagai milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003. Putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 dan putusan pengadilan juga memperkuat status kepemilikan BMKG atas lahan tersebut.