PBNU Soroti Pernikahan Dini di Lombok Tengah: Mendesak untuk Mengubah Tradisi Demi Masa Depan Anak

Pernikahan anak di bawah umur kembali menjadi sorotan tajam, kali ini terjadi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Peristiwa yang melibatkan siswa SMP dan SMK ini memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua PBNU, Ahmad Fahrur Rozi, yang akrab disapa Gus Fahrur, menegaskan perlunya perubahan mendasar dalam tradisi pernikahan dini yang masih mengakar di masyarakat.

Gus Fahrur menekankan bahwa meskipun secara agama pernikahan dini diperbolehkan dengan syarat tertentu, praktik ini tidaklah dianjurkan. Ia menjelaskan bahwa pernikahan membutuhkan kematangan fisik, mental, dan emosional yang seringkali belum dimiliki oleh anak-anak. Lebih lanjut, Gus Fahrur mengingatkan tentang Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun. Dispensasi pernikahan dini memang dimungkinkan oleh pengadilan, namun hanya dalam kondisi yang sangat mendesak.

Selain aspek kematangan, Gus Fahrur juga menyoroti risiko kesehatan yang mengintai pernikahan dini. Ibu yang menikah di usia muda memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi selama kehamilan dan persalinan. Hal ini menambah daftar panjang dampak negatif yang mungkin timbul akibat pernikahan dini.

Kasus pernikahan di Lombok Tengah ini mencuat setelah viral di media sosial. Pasangan yang menikah adalah seorang siswi SMP berinisial SMY (15) dan seorang siswa SMK berinisial SR (17). Video yang beredar luas, yang memperlihatkan prosesi pernikahan adat Sasak, menuai berbagai komentar dari warganet. Tak sedikit yang menyayangkan pernikahan tersebut.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, juga turut memberikan tanggapan terkait video viral tersebut. Ia menyoroti gelagat mempelai perempuan yang tampak tidak biasa. Meskipun demikian, Joko Jumadi menegaskan bahwa pihaknya belum dapat menyimpulkan kondisi psikologis anak tersebut tanpa pemeriksaan medis yang komprehensif. Pemeriksaan oleh tenaga medis akan dilakukan sebagai bagian dari proses yang melibatkan pihak kepolisian.

Tradisi pernikahan dini masih menjadi isu kompleks di berbagai daerah di Indonesia. Faktor ekonomi, sosial, dan budaya seringkali menjadi pemicu praktik ini. Namun, dengan semakin meningkatnya kesadaran akan dampak negatif pernikahan dini, diharapkan upaya-upaya pencegahan dan edukasi dapat terus digencarkan untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia. Peran serta aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan keluarga, sangatlah penting dalam mewujudkan perubahan positif ini.

Berikut adalah poin-poin penting terkait isu pernikahan dini:

  • Kematangan: Pernikahan ideal membutuhkan kematangan fisik, mental, dan emosional.
  • Undang-Undang: Usia minimal menikah adalah 19 tahun sesuai UU No. 16 Tahun 2019.
  • Risiko Kesehatan: Pernikahan dini meningkatkan risiko kesehatan pada ibu dan anak.
  • Perlindungan Anak: Upaya pencegahan dan edukasi penting untuk melindungi masa depan anak.