Terungkap di Persidangan: Jejak Digital Harun Masiku, Hasto Kristiyanto, dan Polemik Data CDR dalam Pusaran Kasus Suap
Persidangan Ungkap Jejak Digital Harun Masiku: Data CDR Jadi Sorotan
Kasus dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret nama Harun Masiku kembali mencuat dalam persidangan yang menghadirkan sejumlah saksi ahli dan mengungkap penggunaan teknologi Call Detail Record (CDR) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melacak pergerakan para pihak terkait.
Persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjadi ajang perdebatan sengit mengenai validitas dan interpretasi data CDR. Ahli teknologi informasi dari Universitas Indonesia (UI), Bob Hardian Syahbuddin, dihadirkan untuk menjelaskan analisisnya terhadap data CDR terkait pergerakan Harun Masiku pada saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Januari 2020. Data CDR ini merekam detail panggilan telepon, termasuk nomor telepon, waktu komunikasi, dan lokasi ponsel berdasarkan sinyal BTS.
Jejak Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto dalam Data CDR
Analisis data CDR menunjukkan bahwa pada 8 Januari 2020, Harun Masiku terdeteksi berada di Batu Sari, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Data juga melacak pergerakan ponsel yang diduga milik Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, di beberapa lokasi seperti Jalan Diponegoro, parkiran Jakarta Hall Convention Center, dan Jalan Nasional Gelora Tanah Abang. Bahkan, data CDR juga menunjukkan dugaan keberadaan Hasto dan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Fakta ini memicu spekulasi bahwa keduanya mungkin berusaha menghindar dari kejaran petugas KPK saat itu.
Selain itu, data CDR juga merekam aktivitas ponsel yang diduga milik staf Hasto, Kusnadi, dan seorang petugas keamanan bernama Nurhasan. Data menunjukkan adanya komunikasi antara Nurhasan dan Harun Masiku sebelum mantan caleg tersebut menghilang. Akan tetapi, saksi ahli Bob Hardian Syahbuddin menegaskan bahwa CDR hanya menunjukkan lokasi perangkat, bukan pemiliknya, dan bukan merupakan bukti primer yang kuat untuk menunjukkan keberadaan seseorang secara pasti.
Kontroversi Data CDR: Akurasi dan Validitas Dipertanyakan
Penggunaan data CDR sebagai alat bukti dalam kasus ini menuai kritik dari pihak Hasto Kristiyanto. Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, mempertanyakan akurasi dan profesionalisme KPK dalam menyusun dan menggunakan bukti tersebut. Ia menyoroti ketidaklogisan data yang menunjukkan pergerakan Harun Masiku dari Kebon Jeruk ke Tanah Abang dalam waktu satu detik, serta pergerakan ponsel Nurhasan dari Mampang ke Gatot Subroto dalam waktu 30 menit. Maqdir berpendapat bahwa data tersebut tidak sesuai dengan kondisi normal di Jakarta dan menunjukkan bahwa KPK tidak cermat dalam menyusun dakwaan.
Hasto Kristiyanto juga mempersoalkan akurasi data CDR. Ia menekankan bahwa data CDR hanya mendeteksi perangkat melalui koordinat BTS dan perlu dilengkapi dengan fakta-fakta lain yang terkonfirmasi untuk menunjukkan lokasi seseorang secara presisi. Ia mencontohkan bahwa seseorang yang melewati Istana Negara pun akan dianggap berada di Istana Negara jika ada BTS di sana.
KPK Akui Data CDR Tak Lalui Forensik
Dalam persidangan, terungkap bahwa data CDR yang digunakan dalam kasus ini tidak melalui proses audit atau forensik di unit Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK. Hal ini diungkapkan oleh Pemeriksa Forensik KPK, Hafni Ferdian, saat menjawab pertanyaan dari kuasa hukum Hasto. Fakta ini semakin memperkuat keraguan terhadap validitas dan keakuratan data CDR sebagai alat bukti yang kuat.
Persidangan ini membuka tabir mengenai penggunaan teknologi dalam penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi. Namun, perdebatan mengenai akurasi dan validitas data CDR menunjukkan bahwa teknologi ini pun memiliki keterbatasan dan perlu diinterpretasikan dengan hati-hati serta didukung oleh bukti-bukti lain yang kuat. Kasus Harun Masiku masih menjadi misteri, dan persidangan ini terus berlanjut untuk mencari kebenaran di balik hilangnya mantan caleg tersebut.