KPK Telusuri Jejak Digital Harun Masiku: Data Sinyal Telepon Ungkap Pergerakan Sebelum Buron
Pengungkapan Jejak Digital Harun Masiku dalam Sidang Kasus Hasto Kristiyanto
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, terungkap jejak digital Harun Masiku sebelum menghilang dan menjadi buronan. Bob Hardian Syahbuddin, seorang ahli teknologi informasi dari Universitas Indonesia, dihadirkan sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait data pelacakan sinyal telepon (CDR) yang menunjukkan lokasi-lokasi terakhir Harun sebelum menghilang pada Januari 2020.
Keterangan ahli IT ini melengkapi pengakuan sebelumnya dari penyelidik KPK, Arif Budi Raharjo, yang pada sidang 16 Mei lalu menyatakan mengetahui keberadaan Harun Masiku, namun enggan mengungkapkannya di persidangan. Arif menyampaikan hal ini saat dicecar oleh pengacara Hasto, Erna Ratnaningsih, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Saat itu, Arif yang tergabung dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 dan masih mengantongi surat perintah penugasan (Sprin Gas) untuk memburu Harun, ditanya mengenai keberadaan buronan tersebut.
Penelusuran KPK Sejak OTT
Meski penyidik KPK mengklaim mengetahui keberadaan Harun Masiku saat ini, jejak digital yang terungkap menunjukkan bahwa KPK telah memantau pergerakan Harun sejak sebelum operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2020. Tim Surveillance KPK bahkan telah mengamati pergerakan Harun di apartemen Thamrin Residences.
Dalam upaya penangkapan Harun Masiku, KPK menerjunkan beberapa tim, termasuk tim surveillance yang bertugas memantau dan tim penyelidik yang berwenang melakukan penangkapan. Tim-tim ini dibagi untuk memburu Harun dan Hasto. Data CDR, yang merekam panggilan telepon, pihak yang dihubungi, waktu, dan lokasi perangkat berdasarkan sinyal BTS, digunakan untuk memantau keberadaan Harun dan Hasto.
Analisis Data CDR dan Keterangan Ahli IT
Jaksa mengonfirmasi kepada Bob Hardian Syahbuddin bahwa berdasarkan data CDR, Harun Masiku berada di Batusari, Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada siang hari sebelum menghilang. Bob menjelaskan bahwa ia hanya melihat data CDR pada jam-jam tertentu yang diberikan kepadanya.
Dalam sidang, terungkap bahwa Harun Masiku mulai menghilang setelah mendapat arahan dari petugas keamanan, Nurhasan, untuk menenggelamkan handphone-nya. Sebelum menghilang, Harun berjanji bertemu di kawasan Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Selain nomor Harun, KPK juga menyadap nomor yang diduga milik Hasto dan stafnya, Kusnadi. Keberadaan mereka terdeteksi di berbagai lokasi, termasuk Jalan Diponegoro, Parkir Jakarta Hall Convention Center, dan Jalan Nasional Gelora Tanah Abang. Data dari BTS menunjukkan Hasto dan Kusnadi berada di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), bersama dengan nomor yang diduga milik Nurhasan.
Keterbatasan Data CDR
Data CDR, meski merupakan hasil penyadapan, tidak dapat dijadikan bukti tunggal. Data ini hanya menunjukkan lokasi perangkat, bukan pemiliknya. Bob mencontohkan situasi di mana seseorang pergi ke kantor dan meninggalkan handphone-nya di rumah, maka data CDR akan menunjukkan perangkat tersebut berada di rumah. Oleh karena itu, CDR bukan merupakan bukti primair (primary evidence) dan memerlukan bukti pendukung lain untuk menunjukkan keterkaitan perangkat dengan pemiliknya.
Pertanyaan Akurasi Data CDR
Kuasa hukum Hasto mempertanyakan akurasi data CDR, menyoroti timeline pergeseran lokasi perangkat yang dianggap tidak masuk akal. Salah satu contoh yang diajukan adalah perpindahan perangkat yang diduga milik Hasto dari Tanah Abang ke Sarinah, Jakarta Pusat, dengan jarak 4 kilometer yang tercatat hanya dalam satu detik. Ronny Talapessy, pengacara Hasto, mempertanyakan kemungkinan perpindahan secepat itu secara fisik.
Ronny berpendapat bahwa perpindahan dalam sekejap tersebut tidak mungkin terjadi secara fisik dan bisa disebabkan oleh over quota atau handoff sinyal. Data CDR ini menjadi salah satu dasar bagi penyidik KPK untuk menjerat Hasto dengan pasal perintangan kasus Harun Masiku.