Polda Banten Bongkar Sindikat Pengoplos Gas Subsidi di Tangerang, Negara Rugi Ratusan Juta Rupiah
Aparat kepolisian dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten berhasil mengungkap praktik ilegal pengoplosan gas elpiji bersubsidi di sebuah pangkalan yang berlokasi di Kecamatan Jambe, Kabupaten Tangerang. Pengungkapan kasus ini dilakukan pada hari Kamis, 22 Mei 2025, setelah menerima laporan dari masyarakat terkait kelangkaan gas elpiji 3 kg di wilayah tersebut.
Praktik curang ini melibatkan pemindahan isi dari tabung gas elpiji 3 kg yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, ke dalam tabung gas 12 kg non-subsidi. Modus operandi yang digunakan terbilang sederhana namun efektif, yaitu dengan menggunakan selang dan regulator yang telah dimodifikasi. Untuk mempercepat proses pemindahan gas, pelaku juga menggunakan es batu untuk mendinginkan tabung gas 12 kg.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi berhasil mengamankan dua orang tersangka, yaitu MS (53), pemilik pangkalan gas, dan EN (46), operator yang bertugas melakukan pengoplosan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pangkalan gas milik MS merupakan sub-pangkalan resmi yang ditunjuk oleh Agen PT. Langgeng Mulia Mandiri sejak tahun 2008.
MS membeli tabung gas elpiji 3 kg bersubsidi dengan harga Rp 16.000 per tabung dan menjualnya kepada masyarakat seharga Rp 19.000 - Rp 20.000. Setiap bulannya, pangkalan tersebut mendapatkan kuota sebanyak 2.000 tabung gas 3 kg subsidi. Namun, pelaku menyalahgunakan kuota tersebut untuk melakukan pengoplosan dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Gas elpiji 12 kg hasil oplosan tersebut kemudian dijual oleh pelaku di wilayah Kabupaten Tangerang dengan harga Rp 200.000 per tabung. Dalam sehari, pelaku mampu mengoplos sebanyak 50 tabung gas elpiji 3 kg, sehingga diperkirakan keuntungan yang diperoleh mencapai Rp 6.800.000 per hari. Akibat praktik ilegal ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 612.000.000 selama tiga bulan terakhir.
Kedua pelaku saat ini telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Mereka terancam hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 60 miliar. Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa aparat kepolisian terus berupaya memberantas praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan negara, khususnya dalam penyaluran gas elpiji bersubsidi.