Eksploitasi Kepercayaan, Disabilitas Digunakan untuk Kejahatan Seksual, Pelaku Divonis 10 Tahun Penjara
Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada IWAS alias Agus, seorang pria disabilitas, atas kasus pelecehan seksual. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman 12 tahun penjara. Selain hukuman badan, Agus juga dikenakan denda sebesar Rp 100 juta, dengan subsider 3 bulan kurungan jika denda tersebut tidak dibayarkan.
Ketua Pengadilan Negeri Mataram, Ary Wahyu Irawan, menjelaskan bahwa majelis hakim meyakini Agus terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencabulan. Perbuatan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kepercayaan dan kerentanan para korban. Modus operandi yang digunakan terdakwa adalah menyalahgunakan posisinya untuk mengeksploitasi para korban yang mempercayainya. Tindakan bejat ini tidak hanya dilakukan sekali, melainkan berulang kali dan menimpa lebih dari satu orang. Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan vonis sesuai dengan dakwaan primer yang diajukan oleh JPU.
"IWAS terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencabulan berulang kali dan terhadap banyak korban, sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primer," tegas Ary Wahyu Irawan saat memberikan keterangan pers usai sidang putusan, Selasa (27/05/2025).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi para korban, yaitu trauma mendalam. Selain itu, tindakan terdakwa juga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Hal ini menjadi faktor yang memberatkan hukuman terhadap terdakwa.
Namun demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan hukuman terdakwa. Di antaranya adalah usia terdakwa yang masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di masa depan. Selain itu, terdakwa juga dinilai sopan dan kooperatif selama persidangan, sehingga memperlancar proses pemeriksaan.
Atas vonis yang dijatuhkan, baik terdakwa, penasihat hukum, maupun Jaksa Penuntut Umum menyatakan sikap pikir-pikir. Artinya, mereka masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Hakim ketua menyatakan bahwa terdakwa tetap ditahan dan masa penahanan sebelumnya akan dikurangkan dari total hukuman yang dijatuhkan.
Kasus ini menjadi sorotan karena pelaku memanfaatkan disabilitasnya untuk melakukan kejahatan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan seksual dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang latar belakang atau kondisi fisik pelaku maupun korban. Penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap potensi terjadinya kejahatan seksual, serta memberikan dukungan kepada para korban agar berani melaporkan kejadian yang mereka alami.