Prahara Maruwa Indonesia: Penjualan Induk Perusahaan Picu Krisis Gaji Karyawan

Polemik melanda PT Maruwa Indonesia, perusahaan yang beroperasi di Batam, menimbulkan sorotan tajam terkait nasib para pekerjanya. Perusahaan yang semula merupakan investasi Jepang ini, kini berjuang di tengah kesulitan keuangan yang berujung pada penundaan pembayaran gaji dan pesangon karyawan.

Menurut keterangan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), akar masalah ini bermula dari penjualan induk perusahaan yang berlokasi di Malaysia kepada investor asal Hong Kong pada tahun 2024. Perubahan kepemilikan ini berdampak signifikan pada operasional Maruwa Indonesia, khususnya dalam hal pasokan bahan baku yang menjadi kunci keberlangsungan produksi.

"Perusahaan ini awalnya adalah perusahaan Jepang dengan basis di Malaysia. Namun, sejak tahun 2024, terjadi pengalihan kepemilikan ke perusahaan Hong Kong. Akibatnya, pabrik produksi di Batam mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku yang diperlukan," ujar Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Ronggolawe Sahuri, saat ditemui di Jakarta.

Kondisi ini secara bertahap menggerogoti kinerja Maruwa Indonesia. Meskipun perusahaan masih mampu mencatatkan ekspor hingga akhir semester 2024, momentum tersebut tidak bertahan lama. Pada akhirnya, perusahaan terpaksa mengambil langkah berat, yaitu melikuidasi aset-asetnya pada bulan April 2025. Dana hasil penjualan aset tersebut kemudian dialokasikan untuk membayar sebagian kewajiban kepada karyawan.

Ronggolawe Sahuri menegaskan bahwa Maruwa Indonesia telah menghentikan operasionalnya secara menyeluruh. Upaya pembayaran hak-hak karyawan hanya bergantung pada sisa aset yang ada. Situasi ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan karyawan yang terimbas dampak penutupan perusahaan.

Sebelumnya, beredar video viral di media sosial yang memperlihatkan sejumlah karyawan Maruwa Indonesia, yang sebagian besar perempuan, mendatangi pihak manajemen perusahaan. Mereka menuntut kejelasan terkait pembayaran gaji yang tertunda. Pihak manajemen perusahaan dituding terus menerus memberikan janji palsu terkait pelunasan gaji karyawan.

Selain masalah gaji, terungkap pula bahwa pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dilakukan secara bertahap. Lebih lanjut, dilaporkan bahwa sekitar 205 karyawan telah dirumahkan tanpa pemberitahuan resmi dari perusahaan. Hal ini semakin menambah ketidakpastian dan keresahan di kalangan karyawan Maruwa Indonesia.

Kondisi Karyawan Maruwa Indonesia:

  • Gaji tertunggak.
  • THR dibayarkan secara bertahap.
  • 205 karyawan dirumahkan tanpa pemberitahuan.

Kasus Maruwa Indonesia menjadi cermin bagi perusahaan-perusahaan lain untuk lebih memperhatikan pengelolaan keuangan dan komunikasi dengan karyawan, terutama dalam situasi sulit. Pemerintah juga diharapkan dapat berperan aktif dalam melindungi hak-hak pekerja dan memastikan perusahaan memenuhi kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.