Polemik Stairlift di Borobudur: Aktivis Buddha Pertanyakan Dampak pada Kesakralan dan Konservasi

Kontroversi Pemasangan Stairlift di Candi Borobudur Memicu Reaksi Keras

Rencana pemasangan stairlift di Candi Borobudur menuai penolakan dari kalangan aktivis Buddhis. Dharmapala Nusantara-Forum Aktivis Buddhis Bersatu menyampaikan keberatan mereka terkait inisiatif tersebut, dengan alasan potensi pencemaran visual dan terganggunya kesakralan monumen bersejarah tersebut.

Ketua Umum Dharmapala Nusantara-Forum Aktivis Buddhis Bersatu, Kevin Wu, dalam keterangan resminya, mengungkapkan bahwa Candi Borobudur lebih dari sekadar artefak purbakala. Menurutnya, Candi Borobudur merupakan monumen yang mengandung pesan moral dan kebijaksanaan. Ia menekankan pentingnya pradaksina, yaitu mengelilingi candi pada setiap tingkatan, agar pengunjung dapat memahami relief yang sarat akan nilai-nilai spiritual dan kebijaksanaan universal. Pemasangan stairlift dikhawatirkan akan menghilangkan esensi dari pengalaman spiritual tersebut.

Konservasi Versus Aksesibilitas

Wu berpendapat, pemasangan instalasi modern seperti stairlift, meskipun diklaim tidak merusak, berpotensi mengganggu keaslian visual dan pengalaman spiritual Candi Borobudur. Ia mempertanyakan validitas klaim 'tidak merusak' dan meminta uji tuntas independen terkait dampak jangka panjang getaran mikro, tekanan, dan perubahan kondisi permukaan batu akibat kontak dengan instalasi tersebut. Penolakan ini didasari oleh keyakinan bahwa keagungan dan nilai universal Borobudur terletak pada keaslian material, desain, teknik pengerjaan, dan harmoni lanskap visualnya.

Selain itu, Dharmapala Nusantara juga menyoroti kontradiksi antara pemasangan stairlift dengan upaya konservasi yang selama ini dijalankan. Kebijakan penggunaan sandal khusus (upanat) untuk melindungi batuan candi dari abrasi menjadi contoh keseriusan dalam pelestarian. Mereka mempertanyakan bagaimana instalasi mekanis yang bobot dan potensi gesekannya jauh melampaui alas kaki dapat diterima pada struktur yang sama rapuhnya. Hal ini dinilai sebagai langkah mundur dari semangat konservasi yang telah dibangun.

Urgensi yang Dipertanyakan

Urgensi pemasangan stairlift juga menjadi sorotan. Selama puluhan tahun, masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk lansia dan penyandang disabilitas, telah mengunjungi Borobudur dengan menerima kondisi yang ada. Banyak yang memilih untuk tidak memaksakan diri naik ke tingkat atas demi menghormati keterbatasan fisik dan integritas candi. Dharmapala Nusantara mempertanyakan apakah ada desakan publik yang kuat untuk fasilitas tersebut ataukah inisiatif ini lebih didorong oleh pertimbangan pragmatis jangka pendek yang mengorbankan prinsip pelestarian jangka panjang. Mereka secara tegas menolak pemasangan stairlift, bahkan jika hanya bersifat sementara, karena dianggap mencemari visual otentik Candi Borobudur dan membuka preseden bagi intervensi teknologi lainnya di masa depan. Candi Borobudur dianggap bukan taman hiburan yang dapat ditambahi fasilitas artifisial, melainkan situs sakral yang kemegahannya terpancar dari keaslian dan kesederhanaan aksesnya.

Klarifikasi Istana

Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) telah memberikan klarifikasi terkait pemasangan stairlift. Pihaknya memastikan bahwa instalasi tersebut dilakukan di bawah pengawasan Kementerian Kebudayaan dan tidak akan merusak cagar budaya. Pemasangan dilakukan tanpa paku atau bor, sehingga stairlift dapat dibongkar dengan mudah setelah kunjungan selesai. Inisiatif ini diambil untuk memfasilitasi kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron agar dapat menikmati keajaiban dunia tersebut secara keseluruhan dalam waktu yang terbatas.

Desakan untuk meninjau ulang rencana pemasangan stairlift di Candi Borobudur, dengan memprioritaskan prinsip kelestarian otentisitas dan integritas cagar budaya di atas pertimbangan pragmatis, terus bergulir.