Dilema Negara Baltik: Antara Kesetiaan pada AS dan Dukungan untuk Ukraina di Tengah Kebijakan Trump

Dilema Negara Baltik: Antara Kesetiaan pada AS dan Dukungan untuk Ukraina di Tengah Kebijakan Trump

Perang di Ukraina menimbulkan dilema bagi negara-negara Baltik – Estonia, Latvia, dan Lituania. Ketiga negara ini, yang dulunya berada di bawah kekuasaan Uni Soviet, memandang konflik tersebut bukan sekadar permasalahan regional, melainkan ancaman langsung terhadap keamanan eksistensial mereka. Keberhasilan Ukraina dalam melawan invasi Rusia menjadi garis pertahanan pertama bagi Baltik, mencegah potensi perluasan agresi Rusia ke wilayah mereka. Oleh karena itu, dukungan kuat kepada Ukraina menjadi prioritas utama.

Namun, kebijakan Donald Trump yang kala itu menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, menimbulkan gelombang kegelisahan. Sikap Trump yang dinilai lunak terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan permusuhannya terhadap pemerintah Ukraina, memicu kekhawatiran akan potensi penurunan dukungan AS terhadap Ukraina, dan implikasinya terhadap keamanan Baltik. Kehadiran sekitar dua ribu tentara AS di ketiga negara Baltik menjadi jaminan keamanan penting, namun komitmen AS di bawah kepemimpinan Trump tampak goyah. Meskipun awalnya menegaskan komitmen terhadap Polandia, Trump kemudian menunjukkan keraguan terkait komitmen terhadap keamanan Baltik, menimbulkan ambiguitas yang mengkhawatirkan.

Lebih lanjut, tuntutan Trump agar negara-negara Eropa meningkatkan kontribusi pertahanan mereka, menimbulkan ironi. Negara-negara Baltik, yang telah mengalokasikan proporsi besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka untuk pertahanan – Estonia (3,43%), Latvia (3,15%), dan Lituania (2,85%) pada tahun 2024 – bahkan berjanji untuk meningkatkannya hingga 5% dari PDB. Hal ini menunjukkan komitmen mereka yang tinggi terhadap keamanan, namun tetap saja mereka menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara mempertahankan hubungan dengan AS dan mendukung Ukraina.

Tantangan Keberlangsungan Dukungan:

Tomas Jarmalavicius, kepala studi di International Centre for Defense and Security di Tallinn, Estonia, memaparkan tantangan yang dihadapi negara-negara Baltik. Mereka harus menjaga keseimbangan yang semakin sulit antara dua kepentingan utama: mempertahankan hubungan kuat dengan AS sebagai sekutu utama dan meningkatkan dukungan untuk Ukraina. Jarmalavicius memperingatkan kemungkinan adanya pilihan sulit di masa depan: melanjutkan dukungan penuh untuk Ukraina atau mempertahankan keterlibatan AS. Kemungkinan besar, kedua hal tersebut tidak dapat dicapai secara bersamaan.

Perdana Menteri Estonia, Kristen Michal, menegaskan komitmen negaranya terhadap kerja sama dengan AS dan dukungan untuk Ukraina. Namun, ia juga mengakui dilema yang dihadapi, dan menyinggung potensi positif dari tekanan Trump terhadap Eropa untuk meningkatkan kontribusi pertahanan. Tekanan tersebut, meskipun disampaikan dengan cara yang kontroversial, dapat menjadi alarm bagi negara-negara Eropa untuk lebih serius dalam memperkuat pertahanan mereka.

Analisis dari Berbagai Perspektif:

Andzejs Viumsons, Sekretaris Negara di Kementerian Luar Negeri Latvia, berpendapat bahwa kebijakan Trump kemungkinan merupakan bagian dari taktik negosiasi dengan Ukraina. Ia berharap kebijakan tersebut bukanlah keputusan final dan masih dapat berubah. Sementara itu, Linas Kojala, Direktur Pusat Studi Geopolitik dan Keamanan di Vilnius, Lithuania, menekankan pentingnya hubungan dengan AS karena belum adanya pengganti yang setara dalam hal keamanan bagi negara-negara Baltik. Ia menggambarkan situasi tersebut seperti kapal laut yang dinahkodai AS, dan Baltik tidak memiliki pilihan lain yang memadai.

Langkah Menuju Masa Depan:

Ke depan, negara-negara Baltik memprioritaskan hal-hal yang berada dalam kendali mereka: terus mendukung Ukraina, memperkuat pertahanan mandiri, dan meningkatkan kerja sama dengan sekutu Eropa. Rencana pertahanan Eropa senilai €800 miliar yang diusulkan oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dilihat sebagai langkah positif menuju kemandirian pertahanan Eropa.

Dilema yang dihadapi negara-negara Baltik menyoroti kompleksitas geopolitik dan pentingnya keseimbangan strategis dalam menghadapi ancaman yang dinamis. Keberhasilan mereka dalam menavigasi tantangan ini akan menentukan masa depan keamanan mereka dan stabilitas regional.