PPP Jabar Pertanyakan Korelasi Antara Citra Gubernur dengan Realitas Kinerja Pemprov
Fraksi PPP DPRD Jawa Barat menyoroti disparitas antara citra positif Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di mata publik dengan sejumlah indikator kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang dinilai masih memerlukan perbaikan. Sorotan ini muncul sebagai respons terhadap hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Indikator Politik Indonesia, yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap gubernur dengan capaian di beberapa sektor krusial.
Menurut survei tersebut, meskipun tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Dedi Mulyadi mencapai angka yang signifikan yaitu 94,7%, terdapat sejumlah permasalahan di Jawa Barat yang masih mendapatkan penilaian rendah dari masyarakat. Masalah-masalah tersebut meliputi:
- Kemiskinan (42%)
- Kemudahan akses permodalan (43%)
- Pembinaan koperasi (43%)
- Peningkatan kualitas tenaga kerja (47%)
Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar, Zaini Shofari, berpendapat bahwa tingginya tingkat kepuasan publik terhadap gubernur tidak sepenuhnya mencerminkan keberhasilan kinerja Pemprov secara keseluruhan. Ia menekankan bahwa faktor-faktor non-teknokratik, seperti popularitas dan kemampuan membangun citra melalui media sosial, turut berperan dalam membentuk persepsi publik.
"Angka 94,7 persen itu tinggi, tetapi tidak semata-mata mencerminkan kinerja teknokratik. Ada faktor emosional yang turut memengaruhi," ujar Zaini.
Zaini menjelaskan, jika kepuasan publik didasarkan murni pada kinerja teknokratik, seharusnya capaian di berbagai sektor, seperti pengentasan kemiskinan, akses permodalan, pembinaan koperasi, dan peningkatan kualitas tenaga kerja, berada pada tingkat yang lebih merata dan sejalan dengan tingkat kepuasan terhadap gubernur. Namun, fakta menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan.
Lebih lanjut, Zaini membandingkan tingkat kepuasan publik terhadap Gubernur Jawa Barat dengan gubernur dari provinsi lain, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Timur. Berdasarkan survei yang sama, tingkat kepuasan terhadap Gubernur DIY mencapai 83,8%, sementara Gubernur Jawa Timur berada di angka 75,3%.
Zaini berpendapat bahwa keunggulan Dedi Mulyadi dalam hal popularitas dan tingkat kepuasan publik dapat dikaitkan dengan penggunaan media sosial yang intensif. Ia mencontohkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono X dari DIY jarang menggunakan media sosial, sementara Gubernur Jawa Timur memiliki pendekatan yang lebih moderat dalam memanfaatkan platform tersebut.
"Jangan salah, angka 94,7 persen itu didorong oleh penggunaan media sosial yang masif di Jawa Barat. Bandingkan dengan Yogyakarta yang mencapai 83,8 persen tanpa terlalu bergantung pada media sosial. Jawa Timur juga lebih kompetitif karena gubernur dan wakil gubernurnya bekerja sama dengan baik," paparnya.
Oleh karena itu, Zaini menekankan pentingnya menyeimbangkan antara citra positif seorang pemimpin dengan kekuatan birokrasi di bawahnya. Ia meminta Dedi Mulyadi dan Pemprov Jabar untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Pemprov agar dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam mencapai target-target pembangunan.
"Bisa jadi gubernur terlalu fokus pada pencitraan sehingga mengabaikan kinerja birokrasi di bawahnya, atau justru birokrat terlalu lambat dalam mengikuti visi gubernur. Hal ini perlu dievaluasi agar kinerja Pemprov dapat ditingkatkan," pungkas Zaini.