Romahurmuziy, dari Ketua Umum PPP hingga Kontroversi Penjajakan Tokoh Eksternal
Romahurmuziy, atau yang lebih dikenal dengan Rommy, kembali menjadi sorotan publik setelah melontarkan wacana mengenai penunjukan sejumlah tokoh eksternal untuk menduduki posisi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Nama-nama yang ia sebutkan berasal dari berbagai kalangan, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dan mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Bahkan, Rommy mengaku pernah berupaya merayu Anies Baswedan untuk memimpin partai berlambang Ka'bah tersebut. Keterlibatan Amran Sulaiman dalam daftar tersebut juga merupakan hasil konsultasi Rommy dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rommy menyatakan bahwa upayanya ini bertujuan untuk mengembalikan PPP ke Senayan. Ia menyadari bahwa tugas ini sangat berat, mengingat belum ada sejarahnya sejak tahun 1998 sebuah partai yang terlempar dari Senayan mampu kembali. Oleh karena itu, ia merasa dibutuhkan sosok pemimpin dengan kekuatan dan kemampuan luar biasa untuk memimpin PPP.
Namun, siapa sebenarnya Rommy yang kini seolah-olah tengah mengeksploitasi dan menjadikan PPP sebagai komoditas politik? Rommy merupakan sosok yang tumbuh besar di lingkungan PPP. Ibunya, Umroh Machfudzoh, juga merupakan kader partai tersebut. Ia memulai karirnya di DPP PPP setelah Muktamar V tahun 2003 dan terus menanjak hingga menjadi Wakil Sekretaris Jenderal PPP pada 2007. Bersama PPP, Rommy pernah menjadi anggota DPR pada 2009 untuk daerah pemilihan Jawa Tengah VII.
Pada periode 2011-2016, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPP. Kemudian, Rommy terpilih sebagai ketua umum PPP sejak 20 Mei 2016 hingga 16 Maret 2019, menggantikan Suryadharma Ali dalam Muktamar VIII PPP di Surabaya.
Namun, karir politik Rommy mengalami titik balik ketika ia terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jawa Timur pada 15 Maret 2019. Ia tersandung kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) dan divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Akibat kasus ini, posisinya sebagai ketua umum PPP dicopot pada 16 Maret 2019. PPP memiliki dua pertimbangan utama dalam memberhentikan Rommy:
- Pasal 11 Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP yang menyatakan bahwa seorang tersangka tindak pidana korupsi atau narkoba harus diberhentikan dari jabatannya.
- Prinsip keberlangsungan organisasi partai yang harus tetap dipertahankan dan tidak boleh terjadi kekosongan kepemimpinan.
Rommy menghirup udara bebas pada April 2020 setelah menjalani masa hukuman. Ia kemudian menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP periode 2020-2025, berdasarkan surat penetapan yang ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP M Mardiono dan Sekjen PPP Arwani Thomafi pada 27 Desember 2022.