Penguatan Industri Baja Nasional di Tengah Gelombang Hilirisasi: Strategi dan Tantangan yang Membentang
Era hilirisasi membawa angin segar bagi industri baja nasional, namun juga memunculkan serangkaian tantangan yang membutuhkan strategi jitu. Sektor ini, yang dipandang sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi, terus berbenah diri untuk memenuhi kebutuhan baja yang diproyeksikan melonjak hingga 100 juta ton pada tahun 2045. Diskusi mendalam dalam Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025 mengupas berbagai aspek krusial dalam penguatan industri baja.
Investasi di sektor logam dasar mengalami peningkatan signifikan, dari Rp61,6 triliun pada 2019 menjadi Rp 200,3 triliun pada 2023. Hal ini menunjukkan geliat industri yang semakin kuat seiring dengan program hilirisasi yang digencarkan pemerintah. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menempatkan hilirisasi logam dan mineral sebagai prioritas strategis nasional, dengan fokus pada peningkatan kapasitas produksi baja.
Namun, perjalanan menuju industri baja yang kuat dan berdaya saing tidaklah mudah. Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain:
- Kebutuhan Tenaga Kerja Terampil: Industri baja membutuhkan tenaga kerja yang kompeten dan terlatih untuk mengoperasikan teknologi modern dan menjaga kualitas produk. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan menjadi kunci untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja terampil.
- Tekanan Global: Persaingan global yang semakin ketat menuntut industri baja nasional untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi. Harga baja yang fluktuatif dan kebijakan perdagangan internasional juga dapat mempengaruhi kinerja industri.
- Insentif Fiskal: Dukungan pemerintah melalui insentif fiskal sangat penting untuk mendorong investasi dan pengembangan industri baja. Insentif dapat berupa pengurangan pajak, subsidi, atau kemudahan perizinan.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memperkuat sektor baja melalui kebijakan industri hijau dan berkelanjutan. Empat isu utama yang menjadi perhatian adalah:
- Dekarbonisasi: Mengurangi emisi karbon melalui penerapan peta jalan menuju Net Zero Emission pada 2050. Hal ini memerlukan perubahan signifikan dalam metode produksi konvensional.
- Efisiensi Energi: Meningkatkan efisiensi penggunaan energi melalui audit industri dan integrasi proses produksi.
- Ekonomi Sirkular: Menerapkan prinsip ekonomi sirkular dengan memanfaatkan limbah slag baja sebagai bahan baku industri lain.
- Kelebihan Kapasitas: Mengatasi kelebihan kapasitas yang disebabkan oleh banjir impor global melalui optimalisasi serapan baja dalam proyek nasional.
Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) menyatakan kesiapannya untuk mendukung percepatan hilirisasi baja nasional. Kolaborasi dan sinergi yang berkelanjutan antar pemangku kepentingan menjadi kunci untuk memperkuat posisi industri baja nasional di kawasan regional. ISSEI 2025 menjadi platform penting untuk membangun kekuatan kolektif dan memperkuat rantai pasok regional.