Misteri Gua Keramat Karang Hawu: Jejak Spiritual di Sukabumi
Di pesisir Cisolok, Sukabumi, tersembunyi sebuah gua yang sarat akan cerita dan keyakinan. Gua Keramat Karang Hawu, demikian warga setempat menyebutnya, dipercaya sebagai tempat persinggahan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul. Lokasinya yang berada di balik tebing karang yang menjorok ke laut, menambah kesan sakral dan misterius.
Mentari pagi belum sepenuhnya menghangatkan Pantai Karang Hawu ketika Edo Supriadi, seorang warga, memulai ritualnya. Dengan langkah khidmat, ia membawa sesaji berupa seikat bunga, dupa, dan segelas air mineral yang terbungkus kain putih. Tujuannya adalah Gua Keramat Karang Hawu, tempat yang diyakini memiliki kekuatan spiritual. Menurut penuturan Edo, tradisi mengunjungi gua ini telah diwariskan secara turun-temurun. Dulu, para tokoh spiritual sering melakukan tirakat atau bertapa di tempat ini, memohon petunjuk dan keberkahan.
Gua ini terletak di balik formasi batu besar di kaki tebing Gunung Winarum. Untuk mencapainya, pengunjung harus menapaki jalan setapak dari sisi timur pantai. Tidak ada petunjuk arah yang jelas, seolah gua ini hanya dapat ditemukan oleh mereka yang memiliki niat tulus atau "dipanggil" oleh kekuatan yang lebih tinggi. Begitu memasuki gua, suasana hening langsung menyergap. Udara terasa dingin dan lembap, bercampur dengan aroma dupa yang terbakar. Di lantai gua, berserakan sisa-sisa sesajen dan sebuah kendi tua berisi air laut yang telah didoakan. Dinding gua yang basah seolah menyimpan kisah-kisah masa lalu.
Selain gua, terdapat pula formasi batu yang disebut Karang Kursi, yang terletak di atas bukit karang yang menghadap langsung ke laut. Batu ini menyerupai singgasana dan diyakini sebagai tempat Nyi Roro Kidul bersemayam, terutama saat bulan purnama menyinari laut selatan. Konon, mereka yang datang dengan niat baik dan duduk di Karang Kursi dapat memperoleh mimpi atau petunjuk untuk mengatasi masalah hidup.
Purnama memiliki makna khusus bagi sebagian orang. Malam Jumat Kliwon, malam Suro, dan saat bulan purnama dianggap sebagai waktu ketika batas antara dunia manusia dan dunia gaib menipis. Pada saat-saat seperti ini, banyak orang berdatangan ke Gua Karang Hawu untuk mencari keberkahan dan petunjuk.
Namun, tempat ini juga dipercaya memiliki aturan yang harus dihormati. Edo menceritakan pengalamannya menyaksikan beberapa pengunjung yang mengalami kejadian aneh, seperti kesurupan atau pingsan, karena tidak menjaga sikap atau lupa meminta izin sebelum memasuki area sakral. Pantai Karang Hawu sendiri memiliki keunikan tersendiri. Namanya berasal dari bentuk karang besar yang menyerupai tungku atau hawu dalam bahasa Sunda. Namun, pesona tempat ini tidak hanya terletak pada keindahan alamnya, tetapi juga pada cerita dan keyakinan yang hidup di tengah masyarakat.
Edo bukanlah juru kunci atau tokoh agama. Ia hanyalah warga biasa yang merasa bertanggung jawab untuk menjaga tempat ini agar tidak terlupakan atau disalahgunakan. Ia berharap agar Gua Karang Hawu tetap menjadi tempat yang sakral, bukan sekadar objek wisata biasa. Di tengah dunia yang semakin modern dan rasional, Gua Karang Hawu berdiri sebagai pengingat akan keberadaan dimensi spiritual dan kearifan lokal yang masih hidup di masyarakat.