Perbedaan Investigasi Ledakan Garut, Koalisi Sipil Desak Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta Independen

Koalisi Sipil Kritik Perbedaan Hasil Investigasi TNI dan Komnas HAM Terkait Ledakan Amunisi di Garut

Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti adanya perbedaan signifikan antara hasil investigasi internal yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait tragedi ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat. Perbedaan ini memicu kekhawatiran akan objektivitas dan kredibilitas proses investigasi.

Usman Hamid, anggota Koalisi dari Amnesty Internasional Indonesia, menyampaikan kekecewaannya atas pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang meremehkan peran warga sipil dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Menurut Usman, pernyataan Panglima TNI yang menyebut keterlibatan sipil hanya sebatas urusan memasak sangat bertentangan dengan temuan Komnas HAM yang mengungkapkan adanya 21 warga sipil yang dipekerjakan dalam proses pemusnahan tersebut.

Temuan Komnas HAM dan Tanggapan Panglima TNI

Komnas HAM sebelumnya telah merilis temuan yang menyebutkan bahwa terdapat 21 warga sipil yang dilibatkan dalam pemusnahan amunisi afkir di Garut. Mereka dipekerjakan sebagai tenaga harian lepas dengan upah Rp 150.000 per hari, tanpa dilengkapi dengan sertifikasi maupun alat pelindung diri yang memadai. Temuan ini sangat kontras dengan pernyataan Panglima TNI yang mengklaim bahwa warga sipil di lokasi tersebut hanya bertugas sebagai tukang masak dan pegawai biasa.

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, usai rapat tertutup dengan DPR-RI pada 26 Mei 2025, menegaskan bahwa tidak ada pelibatan warga sipil dalam pemusnahan amunisi di Garut pada 12 Mei 2025. Menurutnya, keberadaan sipil di lokasi hanya untuk keperluan logistik dan administrasi.

Desakan Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)

Atas dasar perbedaan temuan ini, Koalisi Masyarakat Sipil menolak cara-cara penyelidikan yang hanya dilakukan di lingkungan internal TNI. Mereka mendesak pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen untuk mengusut tragedi amunisi yang menelan 13 korban jiwa, di mana sembilan di antaranya adalah warga sipil. Koalisi menilai bahwa investigasi yang imparsial dan independen dari luar TNI sangat penting untuk mengungkap kebenaran dan memastikan akuntabilitas.

Usman Hamid menekankan bahwa Koalisi sejak awal telah menyerukan kepada Komisi I DPR untuk membentuk TGPF yang melibatkan unsur eksternal TNI. Hal ini bertujuan untuk memastikan objektivitas, integritas, dan kredibilitas dalam pengusutan tragedi tersebut. Namun, Koalisi menyayangkan sikap Komisi I DPR RI yang dinilai kurang responsif dalam menindaklanjuti kasus ini.

Kekhawatiran Impunitas di Tubuh TNI

Koalisi Masyarakat Sipil meyakini bahwa tanpa investigasi yang independen dan imparsial dari luar TNI, tragedi Garut hanya akan memperkuat masalah impunitas yang telah lama mengakar di tubuh TNI. Mereka khawatir bahwa penyelidikan internal TNI tidak akan mampu mengungkap kebenaran secara menyeluruh dan memberikan keadilan bagi para korban.

Temuan Komnas HAM juga mengungkap bahwa warga sipil yang dilibatkan dalam pemusnahan amunisi afkir telah bekerja sama dengan TNI/Polri selama kurang lebih 10 tahun. Para pekerja sipil ini belajar secara otodidak dari pengalaman orang lain, tanpa melalui pelatihan yang tersertifikasi. Hal ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran standar keselamatan dan minimnya perhatian terhadap perlindungan tenaga kerja.

Dengan demikian, Koalisi Sipil tetap bersikukuh dan menolak cara-cara penyelidikan yang dianggap tidak transparan dan mendesak dibentuknya TGPF yang independen untuk mengusut tuntas tragedi ledakan amunisi di Garut.