Ekstradisi Paulus Tannos: Singapura Diharapkan Tegas Tolak Penangguhan Penahanan

Kasus korupsi E-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah memasuki babak baru. Buronan kasus tersebut, Paulus Tannos, dikabarkan mengajukan penangguhan penahanan kepada otoritas Singapura, tempat ia ditangkap pada Januari lalu.

M. Praswad Nugraha, Chairman Southeast Asia Anticorruption Syndicate (SEA Action), menyatakan keyakinannya bahwa Singapura akan menolak permohonan tersebut. Keyakinan ini didasari pada keseriusan yang telah ditunjukkan oleh Singapura sejak awal dalam membantu pemerintah Indonesia menangkap Paulus Tannos. Praswad menekankan bahwa lembaga yudikatif dan penegak hukum Singapura memiliki komitmen kuat untuk menolak penundaan penahanan dan mendukung proses ekstradisi.

"Kami meyakini bahwa lembaga yudikatif Singapura, serta penegak hukum Singapura, memiliki komitmen yang serius untuk menolak penundaan penahanan dan mendukung ekstradisi Paulus Tannos. Hal tersebut mulai ditunjukkan dengan tindakan cepat dari CPIB dalam melakukan penahanan sementara terhadap Paulus Tannos pada tanggal 17 Januari 2025," ujar Praswad.

Proses ekstradisi ini, menurut Praswad, akan menjadi pembuktian komitmen Singapura dalam memerangi korupsi. Ia menyoroti Corruption Perception Index (CPI) Singapura yang tinggi, yang mengindikasikan standar integritas yang kuat. Kejahatan korupsi yang dilakukan Paulus Tannos juga merupakan isu yang diakui secara global. Praswad bahkan mempertanyakan apabila permohonan penangguhan Tannos justru dikabulkan.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengungkapkan bahwa Paulus Tannos menolak menyerahkan diri secara sukarela kepada pemerintah Indonesia. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana, menyatakan bahwa Paulus Tannos saat ini masih berupaya untuk menangguhkan penahanannya di Singapura.

Paulus Tannos adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang terlibat dalam proyek pengadaan E-KTP. Ia telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 22 Agustus 2022.

Praswad juga menyoroti pentingnya KPK untuk menjaga komitmen dan konsistensi dalam menuntaskan kasus ini. Ia menyebutkan bahwa KPK telah berupaya melakukan pemeriksaan terhadap Paulus Tannos pada akhir Mei 2025, namun ditolak karena Paulus Tannos meminta pemeriksaan informal. KPK dinilai tepat menolak permintaan tersebut karena kasus ini harus diselesaikan secara akuntabel. Praswad menekankan agar KPK dapat bergerak cepat menindaklanjuti situasi pasca upaya penangguhan penahanan ini, sehingga kasus E-KTP dapat diselesaikan secara tuntas.