Yuni Kartika Ungkap Didikan Keras Tan Joe Hok: Air Mata Berbuah Prestasi
Kepergian Tan Joe Hok, legenda bulutangkis Indonesia, meninggalkan duka mendalam bagi dunia olahraga. Salah satu mantan anak didiknya, Yuni Kartika, mengenang masa-masa penuh tantangan saat dilatih oleh sosok yang berjasa besar dalam karirnya itu.
Yuni Kartika, mantan pebulutangkis putri yang sempat menjadi harapan Indonesia, merasakan langsung tangan dingin Tan Joe Hok. Berkat didikan kerasnya, Yuni berhasil meraih berbagai prestasi gemilang, termasuk menjuarai German Open Junior dan mengantarkan tim putri Indonesia meraih Piala Uber 1994.
Yuni menceritakan pengalamannya saat pertama kali bergabung dengan PB Djarum Jakarta. Ia langsung digembleng oleh Tan Joe Hok selama tiga bulan penuh. Saat itu, Tan Joe Hok menjabat sebagai Kepala Bidang sekaligus Ketua PB Djarum Jakarta. "Om Tan Joe Hok sangat berarti bagi saya. Beliau adalah talent scouting saya saat masuk Djarum Jakarta. Saya masuk Djarum Jakarta pertama kali, bukan Kudus, bukan Semarang. Beliau adalah BinPres saat itu," kenang Yuni.
Ia menambahkan, "Saya merasa sangat dekat dengan beliau. Saat saya masih kecil, beliau seperti ayah bagi saya. Saya kelas 6 SD saat itu, ditempatkan di Jakarta, dan beliau banyak memberikan arahan. Beliau sangat galak, disiplin, dan keras."
Yuni masih ingat betul, di usia 12 tahun pada tahun 1985, ia menjadi salah satu pemain termuda dengan kemampuan yang belum mumpuni. Saat dilatih langsung oleh Tan Joe Hok, ia bahkan kesulitan memukul shuttlecock dengan benar. Alih-alih langsung bermain, ia justru belajar dasar-dasar bulutangkis seperti cara memegang raket, mengayunkan raket, hingga teknik melangkah. "Jika dasarnya tidak benar, saya tidak bisa memukul. Bisa lebih dari tiga bulan saya belajar itu. Setiap hari saya menangis," ujarnya.
Namun, Yuni tidak menyerah. Ia perlahan mengikuti arahan dan mulai menyadari setiap nasihat yang diberikan Tan Joe Hok. Ia tidak pernah menyesali masa-masa sulit tersebut, justru bersyukur karena berhasil menjadi pemain yang lebih baik. "Tiga bulan itu mengubah banyak hal. Yang awalnya jelek, lama-lama jadi paling bagus. Bahkan saya bisa juara dunia junior dengan cepat, di usia 15 tahun," ungkapnya.
"Jasa Om Tan Joe Hok sangat besar bagi hidup saya. Beliau percaya pada saya, memilih saya dari seribu orang yang mendaftar, padahal permainan saya saat itu jelek, tidak bisa main," lanjutnya.
Kini, Tan Joe Hok telah tiada, namun warisan ilmunya akan terus hidup dalam diri Yuni dan para pebulutangkis lainnya. Yuni berharap ilmu yang diberikan Tan Joe Hok dapat menjadi bekal untuk meningkatkan prestasi bulutangkis Indonesia di masa depan, terutama di sektor tunggal putra.
"Om Tan Joe Hok masih menyimpan rasa penasaran. Dia sempat sedih ketika prestasi bulutangkis Indonesia membaik, lalu menurun lagi," ujarnya.
"Om Tan Joe Hok sangat percaya pada karakter. Menurutnya, pemain-pemain era sekarang kurang kuat karakternya. Bakatnya bagus, tapi karakternya kurang di tengah persaingan yang ketat," lanjutnya.
"Karena sistem rally point yang sulit, pemain butuh karakter yang kuat dan gigih. Beliau seperti ayah bagi saya, kami sering mengobrol, dan beliau sangat ingin melihat ada tunggal putra yang hebat. Menurutnya, itu yang kurang saat ini. Bukan masalah kekuatan atau teknik, kita sangat bisa bersaing. Mungkin karakter anak sekarang berbeda, sedangkan Om Tan Joe Hok sangat keras dan disiplin," pungkas Yuni.