Sektor Manufaktur Tiongkok Alami Kontraksi di Tengah Tekanan Tarif dan Penurunan Ekspor
Sektor manufaktur Tiongkok menunjukkan tanda-tanda kontraksi, mengindikasikan adanya tantangan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Data terbaru mengungkapkan bahwa aktivitas pabrik mengalami perlambatan yang lebih cepat dari perkiraan, yang sebagian besar disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Caixin/S&P Global, sebuah indikator utama kesehatan sektor ini, turun tajam menjadi 48,3 pada bulan Mei. Angka ini turun dari 50,4 pada bulan April dan berada di bawah ambang batas 50 yang memisahkan ekspansi dari kontraksi. Penurunan ini merupakan yang pertama sejak September tahun sebelumnya dan menunjukkan perubahan yang jelas dalam momentum.
Beberapa faktor berkontribusi terhadap penurunan ini. Pertama, permintaan ekspor mengalami penurunan yang nyata, yang tercermin dalam penurunan indikator pesanan ekspor baru ke level terendah sejak Juli tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan Tiongkok menghadapi tantangan dalam menjual barang-barang mereka di pasar luar negeri. Kedua, tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terus membebani sektor manufaktur, sehingga membuat produk-produk Tiongkok lebih mahal dan kurang kompetitif di pasar Amerika.
Selain tekanan eksternal ini, ada juga tantangan internal yang dihadapi oleh sektor manufaktur Tiongkok. Kondisi pasar tenaga kerja tetap lemah, dengan lapangan kerja menyusut selama dua bulan berturut-turut. Penurunan pada bulan Mei merupakan yang tercepat sejak Januari, yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan mengurangi jumlah karyawan mereka sebagai respons terhadap permintaan yang lebih rendah. Selain itu, produksi juga terhambat, yang menyebabkan penumpukan barang jadi di gudang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan kesulitan untuk menjual produk mereka secepat yang mereka produksi.
Para ekonom telah menyatakan keprihatinan tentang implikasi dari penurunan sektor manufaktur ini terhadap ekonomi Tiongkok secara keseluruhan. Wang Zhe, ekonom senior di Caixin Insight Group, mencatat bahwa ketidakpastian dalam perdagangan global meningkat dan bahwa indikator ekonomi makro utama menunjukkan pelemahan yang nyata pada awal kuartal kedua. Ting Lu, kepala ekonom Tiongkok di Nomura, berpendapat bahwa kombinasi tekanan properti dan ketegangan perdagangan telah menjadi "pukulan ganda" bagi ekonomi.
Pemerintah Tiongkok telah mengambil sejumlah langkah untuk mendukung ekonomi, termasuk pelonggaran likuiditas dan langkah-langkah untuk mendorong konsumsi. Namun, masalah struktural, seperti pasar properti yang lemah dan kepercayaan konsumen yang tertekan, terus menghambat pemulihan. Para analis percaya bahwa pemerintah mungkin perlu mengambil langkah-langkah yang lebih berani untuk mengatasi masalah-masalah ini dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Berikut adalah beberapa langkah yang telah diambil pemerintah Tiongkok:
- Menurunkan suku bunga kebijakan utama
- Memangkas rasio giro wajib minimum (RRR) untuk meningkatkan likuiditas
- Mendorong konsumsi
- Menopang perusahaan yang terdampak tarif
- Memperluas lapangan kerja
Namun, efektivitas langkah-langkah ini masih harus dilihat. Pasar properti terus melemah, dan kepercayaan konsumen tetap tertekan. Jika pemerintah tidak dapat mengatasi masalah-masalah ini, maka pemulihan ekonomi Tiongkok mungkin akan terhambat.
Data ekonomi lain juga menunjukkan perlambatan. Penjualan ritel naik 5,1 persen pada April, di bawah ekspektasi. Harga grosir mencatat penurunan terdalam dalam enam bulan terakhir dan tetap berada di zona deflasi selama lebih dari dua tahun. Harga konsumen juga terus merosot selama tiga bulan berturut-turut. Investasi properti terjun 10,3 persen dalam periode Januari hingga April dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini memperkuat kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi China masih rapuh, meski ada upaya masif dari pemerintah untuk memulihkannya.