Pertamina NRE Dorong Implementasi Bioetanol sebagai Jembatan Transisi Energi Berkelanjutan di Sektor Transportasi
Pertamina NRE Dorong Implementasi Bioetanol sebagai Jembatan Transisi Energi Berkelanjutan di Sektor Transportasi
Direktur Utama Pertamina New and Renewable Energy (NRE), John Anis, mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung pengembangan bioetanol sebagai solusi berkelanjutan dalam upaya mengurangi emisi karbon di sektor transportasi Indonesia. Menurutnya, bioetanol menawarkan solusi yang lebih pragmatis dibandingkan dengan elektrifikasi penuh kendaraan bermotor dalam jangka waktu dekat. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa produksi bioetanol saat ini masih jauh dari mencukupi kebutuhan nasional yang diproyeksikan meningkat drastis dalam beberapa tahun mendatang.
Saat ini, produksi bioetanol Indonesia hanya sekitar 30.000 kiloliter, sementara pada tahun 2029 diperkirakan kebutuhannya akan mencapai 5 juta kiloliter. Kesenjangan yang signifikan ini membutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk mendorong pengembangan dan produksi bioetanol secara masif. John Anis menekankan potensi ekonomi yang besar dari pengembangan bioetanol, terutama dalam pemberdayaan petani, khususnya petani aren yang dapat menjadi salah satu sumber bahan baku utama di masa depan. Dengan pendampingan dan pelatihan yang tepat, sektor pertanian ini dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani secara signifikan.
Lebih lanjut, John Anis menjelaskan keunggulan bioetanol dibandingkan dengan solusi elektrifikasi. Implementasi bioetanol tidak membutuhkan penggantian masif armada kendaraan bermotor yang ada saat ini. Berbeda dengan transisi ke kendaraan listrik yang membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk penetrasi massal, bioetanol dapat diimplementasikan secara bertahap dan lebih cepat. Kendala utama saat ini adalah harga bioetanol yang belum kompetitif, yang sebagian besar disebabkan oleh ketergantungan pada molase atau tetes tebu yang sebagian besar diekspor. Untuk mengatasi hal ini, John Anis menyarankan penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk bahan baku bioetanol, serupa dengan kebijakan DMO batu bara yang diterapkan pada sektor kelistrikan.
Penerapan kebijakan mandatori pencampuran bioetanol dalam bensin, misalnya dengan formulasi E10 (10% bioetanol dan 90% bensin), juga dinilai penting untuk mendorong peningkatan produksi molase. Peningkatan permintaan akan secara otomatis meningkatkan produksi dan menurunkan harga molase di pasar domestik. Namun, Pertamina NRE juga menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam pengembangan bioetanol agar tidak mengganggu produksi pangan. Pengembangan bioetanol harus dilakukan secara berkelanjutan dan terintegrasi dengan berbagai sektor terkait, menjamin keberlanjutan lingkungan dan ekonomi.
Selain itu, John Anis juga menyinggung pentingnya bioetanol sebagai jembatan transisi energi di sektor transportasi, terutama untuk kendaraan-kendaraan besar seperti pesawat terbang dan kapal kargo yang belum memungkinkan untuk menggunakan baterai listrik. Bioetanol, bersama dengan biodiesel, dipandang sebagai solusi jangka menengah untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi sebelum transisi penuh ke energi terbarukan lainnya dapat terwujud.
Pernyataan John Anis ini menjadi sorotan penting dalam upaya Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi karbon dan mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan. Dukungan kebijakan pemerintah dan kolaborasi antar berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan implementasi bioetanol sebagai bagian dari solusi energi masa depan Indonesia.