Jalan Tak Terduga Tatang Muttaqin: Dari Rencana Umrah Berujung Haji Kilat di Belanda
Impian Umrah Berubah Menjadi Haji yang Tak Terduga
Kisah Tatang Muttaqin, seorang akademisi yang saat itu sedang menempuh studi doktoral di Belanda, menjadi contoh bagaimana sebuah rencana bisa berbelok arah secara tak terduga. Niat awalnya hanyalah ingin melaksanakan umrah, sebuah keinginan yang wajar setelah lima tahun tinggal di Eropa dan mengunjungi berbagai negara, namun belum sempat menjejakkan kaki di Tanah Suci.
"Saya itu tadinya cuma mau umrah. Karena kok ya saya udah lima tahun di Eropa, ke mana-mana udah, tapi belum juga ke Tanah Suci," ungkap Tatang Muttaqin.
Tawaran Haji yang Mengejutkan
Saat mencari informasi mengenai paket umrah, Tatang justru mendapatkan tawaran yang tak terduga: menunaikan ibadah haji. Tawaran ini datang dari sebuah biro perjalanan yang dikelola oleh komunitas Turki, Milli Gorus, pada tahun 2015. Sebuah kesempatan emas yang mungkin tidak akan datang dua kali.
"Saya daftar, bayar sekitar €1.250 untuk umrah. Tapi mereka malah tanya, 'Anda belum berhaji yang wajib, kami masih punya slot untuk jemaah haji, mau ikut'?" kenangnya.
Keraguan sempat menghampiri Tatang, mengingat lamanya antrean haji di Indonesia yang bisa mencapai belasan bahkan puluhan tahun. Namun, penjelasan dari pihak biro perjalanan bahwa di Belanda tidak ada sistem antrean menjadi pertimbangan penting. Cukup mendaftar hari ini, maka musim haji berikutnya sudah bisa berangkat. Akhirnya, Tatang memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut. Ia membayar uang muka sekitar €2.000 dan melunasinya setelah Lebaran. Total biaya haji saat itu sekitar €2.400 atau sekitar Rp 45 juta. Lebih mahal dari haji reguler di Indonesia, tetapi tanpa subsidi dan jauh lebih sederhana.
Perjalanan Haji yang Penuh Kejutan
Dengan persiapan yang minim dan tanpa memberitahu banyak orang, Tatang dan istrinya berangkat ke Tanah Suci selama dua minggu. Ketiga anak mereka dititipkan kepada seorang teman Indonesia yang bersuamikan warga Belanda. Selama di Belanda, sistem sosial memungkinkan warga ikut program mandatory volunteer, termasuk membantu komunitas atau saling menjaga anak. Ini menjadi solusi praktis bagi Tatang dan istri.
Keberangkatan haji Tatang bersama dengan rombongan dari komunitas muslim Turki di Belanda. Kloter ini dikelola oleh jaringan biro perjalanan besar asal Turki yang memiliki infrastruktur lengkap, termasuk hotel, pesawat sendiri, dan jaringan yang luas hingga ke Australia, Amerika, dan Inggris.
Selama di Tanah Suci, Tatang menginap di Aziziyah, tidak jauh berbeda dengan jemaah haji reguler dari Indonesia. Namun, yang membedakan adalah tidak adanya istilah Haji Plus. Semua jemaah diperlakukan sama, tanpa memandang durasi tinggal, dan harga yang sama.
Menjalani Rukun Haji Tanpa Manasik
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Tatang adalah tidak adanya manasik dan perbedaan bahasa. Ceramah-ceramah disampaikan dalam bahasa Turki, yang tidak sepenuhnya ia pahami. Namun, ia tetap berusaha mengikuti alur ibadah haji dengan sebaik mungkin.
"Saya ikut aja alurnya. Kalau ketinggalan rombongan, ya gabung sama rombongan lain. Ibadah haji kan banyaknya ibadah fisik. Yang penting kuat jalan," ujarnya santai.
Meski demikian, ada dua orang pembimbing yang mendampingi selama ibadah. Namun, sebagian besar waktu, Tatang menjalani ibadah haji dengan intuisi dan mengikuti jemaah lain. Baginya, yang terpenting adalah niat yang tulus.
Pengalaman yang Tak Terlupakan
Satu dekade telah berlalu sejak keberangkatan haji Tatang dari Belanda. Pengalaman ini menjadi kenangan yang tak terlupakan baginya. Ia merasa bersyukur atas kesempatan yang diberikan dan merasa cukup dengan sekali menunaikan ibadah haji. Ia menyadari bahwa masih banyak orang lain yang mengantre untuk bisa berangkat haji, terutama di Indonesia.
Bagi Tatang, berhaji dari luar negeri bukanlah soal kemewahan atau eksklusivitas, tetapi lebih kepada peluang yang terbuka lebar dan tidak boleh disia-siakan. Yang terpenting adalah kesiapan fisik, niat yang tulus, dan tanggung jawab sebagai seorang Muslim.
"Yang penting kita siap. Fisik, niat, dan tanggung jawab. Karena panggilan itu bisa datang kapan aja," pungkasnya.