Ketinggian Air Kawah Kelud Meningkat Akibat Curah Hujan Tinggi

Curah hujan tinggi yang melanda wilayah Kediri dan sekitarnya telah menyebabkan peningkatan signifikan pada permukaan air kawah Gunung Kelud. Data terbaru menunjukkan kenaikan mencapai dua meter pada kawah seluas delapan hektar tersebut.

Kenaikan permukaan air ini menjadi perhatian, meskipun pihak pengawas gunung api memastikan bahwa kondisi tersebut masih dalam batas aman. Budi Prianto, petugas pengamat Gunung Kelud dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), menjelaskan bahwa peningkatan volume air di kawah disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, curah hujan yang tinggi secara langsung menambah volume air. Kedua, material vulkanik seperti abu dan pasir yang sebelumnya berada di sekitar gunung terbawa aliran air hujan ke dalam kawah.

Meski demikian, Budi Prianto menegaskan bahwa peningkatan ini tidak memengaruhi aktivitas vulkanik Gunung Kelud secara keseluruhan. Suhu air kawah juga terpantau stabil, berada dalam kisaran 29 hingga 31 derajat Celsius, yang merupakan kondisi normal. Selain itu, sistem drainase yang telah dibangun di kawasan Kelud pasca-erupsi 2014 berfungsi dengan baik. Jaringan kanal dan terowongan air secara efektif mengalirkan air, sehingga meminimalkan risiko luapan air kawah.

Sistem drainase yang berfungsi dengan baik ini merupakan hasil dari upaya pemulihan pasca-erupsi dahsyat Gunung Kelud pada tahun 2014. Terowongan-terowongan air, termasuk yang berada di bagian paling bawah, terus dipantau dan dipastikan berfungsi optimal. Hal ini memberikan jaminan keamanan bagi wilayah sekitar gunung dari potensi banjir lahar dingin atau luapan air kawah.

Gunung Kelud, yang terletak di perbatasan Kabupaten Malang, Blitar, dan Kediri, saat ini berstatus normal atau Level I. Pada tahun 2007, puncak Gunung Kelud sempat tertutup material vulkanik yang membentuk anak gunung. Namun, erupsi tahun 2014 menghancurkan anak gunung tersebut, dan mengembalikan puncak Kelud menjadi kawah seperti saat ini.