Investigasi Tambang Ilegal di Lahan Unmul Mandek, Ancaman Banjir Samarinda Meningkat
Dua bulan berlalu sejak kasus tambang ilegal di lahan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda seluas 3,2 hektare memasuki tahap penyidikan, namun belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Lambatnya penanganan kasus ini memicu kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang semakin parah dan potensi banjir yang mengintai kota Samarinda.
Rustam, seorang dosen Fahutan Unmul yang menjadi saksi kunci dalam kasus ini, mengungkapkan bahwa aparat penegak hukum masih mengalami kesulitan dalam menangkap pelaku utama yang mengoperasikan alat berat di kawasan tersebut. Ia juga menyayangkan belum adanya perkembangan signifikan setelah rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Kota Samarinda yang menjanjikan penetapan tersangka dalam waktu dua minggu.
"Kalau kemarin janjinya (DPRD) dua minggu dapat tersangkanya. Berarti kan belum dapat ini kalau sekarang, belum berproses," ujar Rustam.
Rustam menjelaskan bahwa dirinya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SP2HP) dari Polda Kaltim, yang menunjukkan peningkatan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Namun, ia menyayangkan bahwa baik Polda Kaltim maupun Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih kesulitan menangkap saksi kunci, yaitu pemilik alat berat yang digunakan dalam aktivitas penambangan ilegal tersebut.
"Kalau Gakkum belum ada kontak lebih lanjut. Kalau Gakkum itu kesulitannya dia juga belum bisa nangkap saksi kuncinya itu yang dua orang. Polda juga begitu. Sebenarnya kalau yang punya alat itu polisi, Polda. Kalau Gakkum kesulitan mereka karena mereka tidak punya alat untuk bisa sampai menangkap orang," jelasnya.
Sementara itu, curah hujan deras yang melanda Samarinda belakangan ini memperlihatkan dampak nyata dari aktivitas tambang ilegal di kawasan UNMUL. Bekas galian yang tak direklamasi kini telah menjadi kolam air besar, memperparah ancaman banjir di wilayah sekitar, khususnya di area tanjakan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang sebelumnya sudah rawan banjir.
Rustam menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh perubahan kontur tanah akibat aktivitas penambangan. Lubang-lubang bekas galian kini menampung air hujan dan menjadi kolam besar, meningkatkan volume air yang mengalir ke wilayah sekitar.
"Gak ada perubahan kontur tanah yang jelas. Yang jelas sekarang itu airnya jadi tertutup air itu lobang (bekas tambang). Jadi ada kolam gitu sekarang," terang Rustam.
"Dan itu pasti mempengaruhi banjir yang kemarin di tanjakan dekat KHDTK itu. Sekarang volume air tambah besar di situ karena pasti hutan yang dibuka itu dia pasti menyimpan air. Sekarang ya air run off-nya itu kencang sekali. Masuk ke kolam kita dan turun ke jalan yang tanjakan pemancingan itu. Itu kan banjir besar kemarin di situ," paparnya.
Rustam berharap DPRD Kota Samarinda terus mengawal kasus ini dan menepati janji untuk menetapkan tersangka. Ia juga menekankan pentingnya penyelesaian kasus ini mengingat minimnya penindakan dan ganti rugi dalam kasus tambang ilegal selama ini. Fokus utamanya adalah memastikan KHDTK diperhatikan, terlepas dari apakah polisi berhasil menangkap pelaku atau tidak.
Berikut adalah poin-poin penting yang mengemuka dalam berita ini:
- Lambatnya Penanganan Kasus: Dua bulan sejak penyidikan, belum ada tersangka yang ditetapkan.
- Kesulitan Menangkap Pelaku: Aparat kesulitan menangkap pemilik alat berat sebagai saksi kunci.
- Ancaman Banjir: Bekas galian tambang menjadi kolam besar dan memperparah potensi banjir di Samarinda.
- Peran DPRD: Rustam berharap DPRD mengawal kasus ini dan menepati janji.
- Fokus pada KHDTK: Prioritas utama adalah perhatian terhadap KHDTK, terlepas dari penangkapan pelaku.